Sabtu, 22 Oktober 2011

Contoh Makalah Bahan Materi Kuliah Mahasiswa

PENGELOLAAN PENYAKIT TANAMAN DALAM SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN
BAB I
PENDAHULUAN

A.Pembahasan

B.Latar Belakang


BAB II
PEMBEHASAN

KERUGIAN AKIBAT HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
1).Kehilangan hasil akibat penyakit tumbuhan rata-rata mencapai 11.8% dan karena hama mencapai 12,2 % pada berbagai tanaman penting di seluruh dunia.
2).Kehilangan hasil akibat gangguan penyakit pada tanaman padi rata-rata mencapai 15,1 % dari potensi hasilnya, dengan kerugian di seluruh dunia mencapai 33 milyar USD selama 1988-1990.

PENGENDALIAN PENYAKIT TUMBUHAN
1.Lebih bertumpu pada penggunaan fungisida
2.Pengendalian menggunakan fungisida secara berjadwal atau tergantung cuaca
3.Pemilihan varietas tanaman lebih ditujukan untuk produksi dan pasar, bukan karena ketahanannya terhadap OPT
4.Sisa tanaman sakit dibersihkan seadanya, bukan benar-benar ditujukan untuk merendahkan jumlah propagul.
5.Belum banyak petani yang membuat perencanaan pengelolaan OPT mulai awal sebelum dilakukan praktek penanaman.

PESTISIDA UNTUK PENGENDALIAN PENYEBAB PENYAKIT
Penggunaan pestisida untuk pengendalian penyakit a.l.:
Fungisida à untuk jamur à jumlahnya cukup banyak
Nematisida à untuk nematoda à beberapa saja
Bakterisida à untuk bakteri à beberapa saja
Algisida à untuk Algae à sangat sedikit jumlahnya
Racun untuk Tanaman Tinggi Parasit (?)
Protozoisida (?)
Virisida (?)
Viroisida (?)
Fitoplasmasida (?)
Riketsiasida (?)


PERTANIAN BERKELANJUTAN
Awalnya, tahun 1980, istilah “sustainable agriculture” atau diterjemahkan menjadi ‘pertanian berkelanjutan’ digunakan untuk menggambarkan suatu sistem pertanian alternatif berdasarkan pada konservasi sumberdaya dan kualitas kehidupan di pedesaan. Sistem pertanian berkelanjutan ditujukan untuk mengurangi kerusakan lingkungan, mempertahankan produktivitas pertanian, meningkatkan pendapatan petani dan meningkatkan stabilitas dan kualitas kehidupan masyarakat di pedesaan.
Tiga indikator besar yang dapat dilihat:
1.Lingkungannya lestari
2.Ekonominya meningkat (sejahtera)
3.Secara sosial diterima oleh masyarakat petani.

PHT DAN SISTEM PERTANIAN BERKELANJUTAN
PHT adalah suatu cara pendekatan atau cara berfikir tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang terlanjutkan. Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi, 2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi OPT dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pa­da aras yang secara ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan risiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua teknik atau metoda pengendalian OPT didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi.
à PHT adalah sistem pengendalian OPT yang merupakan bagian dari sistem pertanian berkelanjutan

PENGELOLAAN HAMA TERPADU (PHT) UNTUK PENYAKIT TANAMAN
Kegiatan pengendalian penyakit pada tanaman berdasarkan prinsip Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dimulai dari masa pra-tanam sampai panen, bahkan rekomendasi pengendalian pada beberapa jenis tanaman juga menyangkut pascapanen. Dalam pelaksanaan pengendalian pada setiap fase tumbuh tanaman, dimulai dari analisa ekosistem, pengamatan penyakit dan pengambilan keputusan apakah akan dilakukan tindakan pengendalian atau tidak. Sebelum dilakukan tindakan pengendalian, perlu diadakan pengamatan terhadap penyakit. Pada setiap fase pertumbuhan tanaman, seharusnya telah diketahui penyakit apakah yang biasanya mengganggu tanaman. Hal demikian ini agar memudahkan dalam melakukan monitoring penyakitnya. Penggunaan fungisida hanya bila perlu .

PRINSIP PENGELOLAAN PENYAKIT TUMBUHAN
1.Pada prinsipnya, untuk mengelola penyakit tumbuhan ada strategi dan ada taktik yang dapat digunakan.
2.Taktik dipakai untuk mencapai tujuan berdasar strategi yang dicanangkan.
3.Secara umum, ada tiga strategi yang dapat dilakukan untuk pengendalian penyakit tumbuhan yaitu :
(1) strategi untuk mengurangi inokulum awal,
(2) strategi untuk mengurangi laju infeksi, dan
(3) strategi untuk mengurangi lamanya epidemi.
4.Sedangkan taktik pada prinsipnya ada enam, yaitu avoidan, ekslusi, eradikasi, proteksi, resistensi, dan terapi.

PERMASALAHAN PENERAPAN PHT DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT
1.Tidak ada insentif bagi petani yang menerapkan PHT, sehingga kurang menarik minat petani.
2.Kemampuan petani dalam membuat perencanaan untuk pengendalian dikaitkan dengan aspek cuaca, lahan dan kegiatan budidaya tanaman.
3.Kebiasaan petani menggunakan benih sembarangan
4.Keterbatasan petani untuk informasi cara-cara pengendalian yang efektif dan tidak merusak lingkungan selain penggunaan fungisida
5.Informasi varietas yang sedang beredar di masyarakat terutama dari aspek ketahanan
6.Informasi tentang ras-ras patogen dan daerah endemi penyebarannya serta varietas yang tahan.
7.Penguasaan petani tentang aspek cuaca berkaitan dengan datangnya penyakit tertentu

PERMASALAHAN PENERAPAN PHT DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT
1.Faktor penyakit yang renik dan gejala yang mirip-mirip menyebabkan diagnosis penyakit dan deteksi dini lebih sukar dikuasai kebanyakan petani
2.Pemahaman petani terhadap aspek yang menyangkut perilaku patogen dan pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan patogen.
3.Penerapan PHT yang berhasil hanya pada beberapa komoditas unggulan, belum menyangkut banyak komoditas yang terus berkembang di masyarakat.
4.Buku-buku petunjuk untuk PHT lebih banyak menekankan pada aspek hama, ekosistem, musuh alami hama dibandingkan pada masalah penyakit.

BEBERAPA SOLUSI
1.Insentif bagi petani yang menerapkan PHT
2.Keberpihakan pemerintah lebih diperbesar untuk meningkatkan pendidikan dan penyediaan sarana/prasarana bagi petani di pedesaan
3.Faktor informasi à dapat didekati dengan informasi yang atraktif, sederhana dan mudah dimengerti, up to date, mudah diakses.
a).Buku-buku masuk desa dan Perpustakaan keliling
b).Klinik tumbuhan masuk desa
c).Internet masuk desa

BAB III
KESIMPULAN
1.Penerapan Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) dalam pengendalian penyakit tumbuhan merupakan bagian dari kegiatan dalam sistem pertanian berkelanjutan.
2.Permasalahan yang dihadapi petani dalam penerapan PHT untuk pengendalian penyakit tumbuhan masih banyak, sehingga perlu uluran tangan pemerintah lebih besar lagi untuk menyelesaikan berbagai masalah tersebut.
3.Perlu dibangun sistem jaringan informasi berbasis web di pedesaan agar petani menjadi lebih mampu dalam menerapkan PHT, yang pada akhirnya akan tercapai pertanian berkelanjutan yang diharapkan bersama.

DAFTAR PUSTAKA
Abadi, A.L. 2003. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Buku3. Bayumedia Publishing.
Abadi, A. L. 2005. Permasalahan Dalam Penerapan Sistem Pengendalian Hama Terpadu Untuk Pengelolaan Penyakit Tumbuhan Di Indonesia. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Penyakit Tumbuhan pada Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya.
Agrios, G.N. 1997. Plant Pathology. Forth Edition. Academic Press, New York.
Fry, W.E. 1982. Principles of Plant Disease Management. Academic Press, New York.
Oerke, E.C., H. W. Dehne, F. Schonbeck, dan A. Weber. 1994. Crop Production and Crop Protection: Estimated Losses in Major Food and Cash Crops. Elsevier, Amsterdam.
Untung, K. 2000. Pelembagaan Konsep Pengendalian Hama Terpadu di Indonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia No. 6 (1): 1-8
Untung, K. 2004. Pengelolaan Hama Terpadu sebagai Penerapan Pembangunan Pertanian Berkelanjutan. Primordia, No. 15/Th. XXI

TESIS KINERJA PROFESIONAL GURU DALAM PELAKSANAAN TUGAS SEBAGAI PENGEMBANG KURIKULUM



BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
Sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), yakni : (1) sarana gedung, (2) buku yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional. Demikian yang diungkapkan mantan Menteri Pendidikan Nasional Wardiman Djoyonegoro dalam wawancaranya dengan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) tanggal 16 Agustus 2004. Dalam pada itu, dikemukakan bahwa "hanya 43% guru yang memenuhi syarat"; artinya sebagian besar guru (57%) tidak atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional. Pantas kalau kualitas pendidikan kita jauh dari harapan, dan kebutuhan. Padahal dalam kapasitasnya yang sangat luas, pendidikan memiliki peran dan berpengaruh positif terhadap segala bidang kehidupan dan perkembangan manusia dengan berbagai aspek kepribadiannya.
Pengaruh pendidikan dapat dilihat dan dirasakan secara langsung dalam perkembangan serta kehidupan masyarakat, kehidupan kelompok, dan kehidupan setiap individu. Jika bidang-bidang lain seperti ekonomi, pertanian, perindustrian berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi kepentingan manusia, maka pendidikan berurusan langsung dengan pembentukan manusianya. Pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkannya. Pendidikan juga memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesan-pesan konstitusi, serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building). Mastarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian, dan kreativitas. Bangsa Indonesia bisa merdeka juga tidak terlepas dari peran pendidikan. Para pahlawan Pendidikan, seperti Ki Hajar Dewantara, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker merupakan bukti peran pendidikan dalam pembangunan bangsa Indonesia. Mereka merintis pendidikan Nasional dengan mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922, dan secara bertahap meningkatkan pemahaman, kesadaran, serta kecerdasan masyarakat Indonesia, sehingga menjadi bangsa yang merdeka, dan berdaulat seperti sekarang ini.
Menyadari hal tersebut, untuk mewujudkan masyarakat madani dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang lebih demokratis, transparan, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia hanya dapat dilakukan melalui pendidikan. Hanya melalui pendidikan yang benar bangsa ini dapat membebaskan diri dari belenggu krisis multidimensi yang berkepanjangan. Melalui pendidikan, bangsa ini membebaskan masyarakat dari kemiskinan, dan keterpurukan. Melalui pendidikan pula, bangsa ini mengembangkan sumber daya manusia yang memiliki rasa percaya diri untuk bersanding dan bersaing dengan bangsa-bangsa lain didunia, bahkan dalam era kesemrawutan global. Tanpa pendidikan yang kuat, dapat dipastikan bangsa Indonesia akan terus tenggelam dalam keterpurukan. Tanpa pendidikan yang memadai, bangsa Indonesia akan terus dililit oleh kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Tanpa pendidikan yang baik, bangsa Indonesia sulit meraih masa depan yang cerah, damai, dan sejahtera.
Persoalannya, pendidikan yang harus dikembangkan untuk membebaskan masyarakat dari keterpurukan, agar dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa, serta membebaskan bangsa dari ketergantungan terhadap dari negara lain, adalah pendidikan yang dapat mengembangkan potensi masyarakat, mampu menumbuhkan kemauan, serta membangkitkan nafsu generasi bangsa untuk menggali berbagai potensi, dan mengembangkannya secara optimal bagi kepentingan pembangunan masyarakat secara utuh dan menyeluruh. Pendidikan demikianlah yang mampu menghasilkan sumber daya manusia (SDM) berkualitas serta memiliki visi, transparansi, dan pandangan jauh kedepan; yang tidak hanya mementingkan diri dan kelompoknya, tetapi senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa dan Negara dalam berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut, sekarang banyak diabaikan, bahkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia rendah jika dibandingkan dengan negara-negara lain; dari empat puluh tiga Negara, hampir dalam seluruh bidang kehidupan Indonesia berada urutan sepuluh terakhir. Index pengembangan sumber daya manusia (Human Development Index/HDI) Indonesia hanya menempati urutan ke 109 dari 174 negara yang terukur. Dalam hal daya saing, peringkat Indonesia juga menurun dari urutan ke 41 diantara 46 negara pada tahun 1996 menjadi urutan ke 46 diantara 47 negara pada tahun 2001. Sementara itu, hasil survey The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang dimuat The Jakarta Post (3 september 2001) menunjukkan betapa rendahnya kualitas Pendidikan Indonesia disbanding Negara lain di Asia, bahkan berada dibawah Vietnam. Sehubungan dengan itu, untuk meningkatkan HDI (Human Development Index) dan tingkat persaingan, perlu strategi perencanaan pembangunan pendidikan yang tepat dalam upaya mengembangkan SDM berkualitas dan profesional, sehingga mampu bersanding dan bersaing dalam era globalisasi yang sedang kita masuki.
Tilaar (1994) mengemukakan tujuh masalah pokok sistem pendidikan Nasional yaitu :
- Menurunnya akhlak dan moral peserta didik
- Pemerataan kesempatan belajar
- Masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan
- Status kelembagaan
- Manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, dan
- Sumber daya yang belum profesional
Menghadapi hal tersebut diatas, perlu dilakukan penataan sistem pendidikan secara kaffah (menyeluruh), terutama berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Pendidikan juga harus lebih mengedepankan kreativitas (creativity quotient) untuk menumbuhkan kemandirian dan aspek kewirausahaan dalam pribadi peserta didik.
Dalam kaitannya kondisi masyarakat, dapat disaksikan bahwa percepatan arus informasi, dan globalisasi telah mempengaruhi berbagai sendi kehidupan, bahkan telah mengikis nilai-nilai spritual, sehingga membuat masyarakat kehilangan identitas, serta terasing dari diri, lingkungan, dan nilai-nilai moral yang dianutnya. Disini, pendidikan dihadapkan pada masalah yang sangat mendasar. Disatu sisi, dituntut mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, agar menjadi wahana untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Disisi lain, kondisi masyarakat yang sedang sakit dan media massa yang sering menayangkan berbagai suasana kurang sehat, tidak menunjang terhadap pembentukan kualitas SDM yang diharapkan; bahkan akhir-akhir ini banyak tayangan media yang merupakan pembodohan massa, banyak program Televisi dan CD yang tidak sesuai dengan usia peserta didik padahal diperuntukkan bagi mereka, tidak sedikit tayangan yang bertentangan dengan ajaran agama, dan banyak pula program-program yang menyesatkan. Ini adalah tantangan berat terutama bagi perkembangan dunia pendidikan.
Sejalan dengan pemikiran diatas, Soedijarto (1999) mendiagnosis berbagai faktor dan memberikan rekomendasi bagi pembaruan pendidikan yang relevan dengan tuntutan pembangunan, yang intinya berkesimpulan bahwa :
1) Pelaksanaan pendidikan belum secara terencana dan sistematik diperdayakan untuk melaksanakan fungsi dan mencapai tujuan pendidikan Nasional secara optimal
2) Pendidikan Nasional sebagai wahana sosialisasi dan pembudayaan berbagai warisan budaya bangsa, nilai-nilai kebudayaan nasional dan nilai-nilai yang dituntut oleh masyarakat global yang dikuasasi oleh IPTEK dan persaingan global belum sepenuhnya terlaksana
3) Pendidikan Nasional yang sudah dilaksanakan secara merata belum berhasil mengembangkan insan pembangunan yang mampu mengolah dan mengelola sumber daya alam, mengelola modal, mengembangkan teknologi, menghasilkan komoditi yang mutunya mampu bersaiang dan mampu mengembangkan sistem perdagangan.
4) Pendidikan Nasional belum sepenuhnya mampu mengembangkan Indonesia yang Religius, berakhlak, berwatak ksatria dan patriotik.
5) Agar pendidikan Nasional benar-benar mampu melaksanakan fungsinya dan mencapai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, perlu dikembangkan dan dilaksanakan program pendidikan pada semua jenis dan jenjang yang dapat berfungsi sebagai lembaga sosialisasi dan pembudayaan berbagai kemampuan, nilai, sikap dan akhlak yang dituntut oleh masyarakat Indonesia yang maju, adil dan makmur serta demokratis berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Memahami uraian tersebut, diperlukan pendidikan yang dapat menghasilkan SDM berkemauan dan berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan kualitasnya secara terus menerus dan berkesinambungan (continuous quality inprovement). Hal ini penting, terutama ketika dikaitkan dengan Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003, tentang Pendidikan Nasional (Undang-Undang Sisdiknas), yang mengemukakan bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuan Pendidikan tersebut telah digariskan pula dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, pemerintah telah menetapkan empat strategi pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu : (1) peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan, (2) relevansi pendidikan dengan pembangunan, (3) kualitas pendidikan, dan (4) efisiensi pengolahan pendidikan. Strategi tersebut jika dilaksanakan secara proposional dan profesional, maka akan dapat menyelesaikan berbagai masalah pendidikan. Paling tidak dapat mendekatkan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungannya.
Kebijakan dalam bidang pemerataan misalnya, dimaksudkan agar semua warga negara Indonesia memperoleh kesempatan yang sama untuk mengenyam dan mengikuti pendidikan yang berkualitas. Idealnya, warga negara yang tinggal di pedalaman dan daerah terpencil bisa memperoleh pendidikan gratis yang berkualitas seperti saudaranya yang ada di kota. Demikian halnya, warga negara yang miskin harus mendapatkan pendidikan yang sama kualitasnya dengan mereka yang kaya, sehingga pendidikan berkualiatas menjadi milik bersama seluruh warga masyarakat Indonesia.
Pelaksanaan kebijakan pemerataan pendidikan ini pada awalnya menunjukkan hasil yang cukup lumayan, seperti gerakan wajib belajar enam tahun yang dimulai pada tahun 1984, pada tahun 1994 diperluas menjadi sembilan tahun, dengan harapan semua warga negara Indonesia dapat menempuh pendidikan minimal setara dengan tamatan Sekolah Lnjutan Tingkat Pertama. Dilihat dari pemerataan akses, SD Impres yang dibangun secara melauas di seluruh nusantara telah memberikan kesempatan pendidikan yang merata. Jika pada akhir Pelita I 1969/1970 persentase anak usia 7-12 tahun yang bersekolah hanya sebesar 41,4%, maka sampai akhir Pelita V, angka partisipasi tersebut telah mencapai 93,49%. Hal tersebut merupakan suatu keberhasilan yang cukup menggembirakan, bahkan pada saat itu dianggap sebagai hasil yang monumental. Namun krisis yang berkempanjangan telah mengembalikan kondisi tersebut pada titik awal, bahkan lebih parah lagi, karena banyak anak-anak yang lebih suka turun ke jalan dari pada bersekolah dengan biaya mahal. Krisis yang berkempanjangan telah menurunkan kemampuan orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya, terutama pada masyarakat lapisan bawah, yang berdampak meningkatnya jumlah angka putus sekolah. Padahal mereka juga memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan pemerintah wajib mengupayakannya.
Kebijakan relevansi Pendidikan dititikberatkan pada keterkaitan dan kesepadanan antara materi yang di ajarkan di sekolah dengan kondisi dan kebutuhan lapangan. Perhatian terhadap masalah relevansi mulai nampak sejak digunakannya kurikulum 1984 dengan muatan lokal yang disispkan pada berbagai bidang study yang sesuai, dan hal ini lebih diintensifkan lagi pelaksanaannya dalam kurikulum 1994. Dalam kurikulum ini muatan lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang study, tetapi menggunakan pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang studi wajib maupun pilihan. Pengembangan kurikulum muatan lokal dimaksudkan terutama untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan pengembangan kurikulum sentralisasi, dan bertujuan agar peserta didik mencintai dan mengenal lingkungannya, serta mau dan mampu melestarikan dan mengembangkan sumber daya alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan Nasional maupun pembangunan setempat, sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar sosial budaya lingkungannya.
Dalam Implementasi kurikulum 2004 selain melalui mata pelajaran muatan lokal, keterkaitan ini lebih ditekannkan lagi dengan pendekatan kompetensi (kurikulum berbasis kompetensi), melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) sejalan dengan kebijakan sentralisasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Melalui komptensi Dasar yang pengembangannya dilakukan oleh daerah dan sekolah, diharapkan peserta didik dapat menerapkan hasil pendidikan secara langsung untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas masyarakat, serta memecahkan berbagai persoalan bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta didik, melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem pendidikan secara efektif, efisien, dan berhasil guna.
Pemberian otonomi yang luas pada sekolah merupakan kepedulian pemerintah terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarakat serta upaya peningkatan mutu pendidikan secara umum. Pemberian Otonom ini menuntut pendekatan manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat secara efektif, guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada disekolah.
Kebijakan dalam peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari peningkatan mutu pendidikan di Sekolah Dasar. Dalam upaya dan pengembangan pendidikan di sekolah dasar, pemerintah mengembangkan suatu sistem pembinaan yang dikenal Sistem Pembinaan Profesional (SPP). Sistem ini dilaksanakan dengan pendekatan gugus sekolah, sehingga beberapa sekolah yang lokasinya berdekatan dikelompokkan dalam satu gugus (3 sampai 8 sekolah). Satu sekolah ditunjuk sebagai sekolah inti, dan lainnya meruapakan SD imbas. Pembinaan mutu pendidikan tersebut dilaksanakan dengan mengguanakan prinsip whole school development, yang memandang sekolah sebagai suatu keutuhan. Oleh karena itu, pembinaan dan pengembangan ditekankan pada semua aspek dan komponen yang menentukan mutu pendidikan di sekolah. Sedikitnya terdapat lima komponen yang diperhatikan, yaitu kegiatan pembelajaran, manajemen, buku dan sarana belajar, fisik dan penampilan sekolah, serta partisipasi masyarakat, yang semuanya belum dapat dilakukan secara optimal.
Sejalan dengan urian diatas, berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja guru dalam pembelajaran dilakukan melalui berbagai pelatihan; seperti pelatihan model pembelajaran, pelatihan pembuatan alat peraga, pelatihan pengembangan silabus dan pelatihan pembuatan materi standar. Pembinaan dan pengembangan lain untuk mendukung pembelajaran yang efektif juga dilaksanakan, seperti manajemen kelas, manajemen sekolah, manajemen gugus, pengadaan dan penerimaan buku serta sarana belajar. Untuk sekolah-sekolah yang kurang terlayani (underserved schools), dilakukan pemberian bantuan khusus dalam rangka peningkatan kegiatan pembelajaran. Bahkan, untuk meningkatkan peluang peserta didik mengikuti pembelajaran secara optimal di sekolah, diadakan program "Pemberian Makanan Tambahan bagi Anak Sekolah (PMT-AS), meskipun dalam pelaksanaannya masih dihadapi berbagai kendala, terutama berkaitan dengan model pelaksanaan berbentuk proyek, yang sering hanya menghambur-hamburkan dana, yang diperparah oleh sikap mental para pelaksananya. Upaya lain yang sedang dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah Bantuan Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Bantuan ini berbentuk hibah yang langsung diberikan ke sekolah melalui rekening sekolah.
Dalam sistem pendidikan dan pengajaran peranan guru sangatlah strategis dalam upaya menghantarkan peserta didik kearah tujuan yang hendak dicapai. Raka Joni dalam Seniawan dan Soedijarto, (1991 : 119) mengatakan, "secara makro tugas guru berhubungan dengan pengembangan sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa". Lebih-lebih jika peranan guru dikaitkan dengan jenjang pendidikan dasar maka kita akan melihat betapa seorang guru akan menjadi faktor yang sangat penting dan strategis dalam meletakan fondasi bagi pengembangan sumber daya manusia, karena jenjang yang Iebih tinggi pada dasarnya akan mudah dikelola jika fondasi dasar siswa sudah kuat.
Menurut Sudjana (1989 : 1) "kurikulum diuntukan bagi siswa, melalui guru yang secara nyata memberi pengaruh kepada siswa pada saat terjadinya proses pengajaran". Mengingat peranan guru yang sentral dalam proses belajar mengajar, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di sekolah itu sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan guru, meskipun ada faktor lain yang terkait. Konsekuensinya, apabila kualitas proses pendidikan pada suatu jenjang pendidikan ditingkatkan maka kualitas kemampuan guru perlu ditingkatkan pula. Demikian juga sebaliknya, apabila kualitas pendidikan itu disinyalir kurang sesuai dengan harapan masyarakat, tentu yang lebih dulu mendapat tudingan adalah guru. Bahkan Natawidjaja (1992 : 11) mengungkapkan bahwa kritikan masyarakat terhadap kualitas guru yang tidak memadai dalam menyesuaikan dirinya terhadap perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam bidang pendidikan. Mewujudkan sosok pribadi guru yang sesuai dengan harapan masyarakat, dalam arti dapat berperan sebagai pendidik dan pengajar bukanlah pekerjaan yang mudah, akan merupakan pekerjaan yang sulit dan teramat sulit sudah barang tentu hal ini terkait dengan sejumlah aspek, baik yang melekat pada pribadi guru seperti aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Disamping hal-hal diluar guru seperti : Kurikukulum, sarana belajar, organisasi sekolah dan lainnya.
Mengingat demikian strategisnya peranan seorang guru dalam menghantarkan tujuan pendidikan, maka guru dituntut untuk memiliki kompetensi profesional. Hal ini ditegaskan oleh Syaodih (1998) mengemukakan bahwa guru memegang perang yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa guru adalah perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Karena guru juga mempakan barisan pengembang kurikulum yang terdepan, maka guru pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap kurikulum. Menyadari hal tersebut, betapa penting nya untuk meningkatkan aktivitas, kreativitas, kualitas, dan profesionalisme guru. Hal tersebut lebih nampak lagi dalam pendidikan yang dikembangkan secara desentralisasi sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, karena disini guru diberi kebebasan untuk memilih dan mengembangkan materi standar dan kompetensi dasar yang sesuai dengan kondisi serta kebutuhan daerah dan sekolah. Simon dan Alexander (1980) telah merangkum lebih dari 10 hasil penelitian di negara-negara berkembang, dan menunjukkan adanya dua kunci penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik; yaitu : jumlah waktu efektif yang digunakan guru untuk melakukan pembelajaran di kelas, dan kualitas kemampuan guru.. Dalam hal ini, guru hendaknya memiliki standar kemampuan profesional untuk melakukan pembelajaran yang berkualitas.
Mulyasa (2008 : 13-14) mengatakan kualitas guru dapat ditinjau dari dua segi, dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses guru dikatakan berahasil apabila mampu melibatkan sebagia besar peserta didik secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Disamping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat mengajarnya, serta adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikannya mampu mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah penguasaan kompetensi dasar yang lebih baik. Untuk memenuhi tuntutan tersebut diperlukan berbagai kompetensi pembelajaran.
Pengembangan kualitas guru merupakan suatu proses yang kompleks, dan melibatkan berbagai faktor yang saling terkait. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya tidak hanya menuntut keterampilan teknik dari para ahli terhadap pengembangan kompetensi guru, tetapi harus pula dipahami berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru dalam mengembangkan berbagai aspek pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut lebih terfokus lagi dalam implementasi kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, dengan manajemen berbasis sekolah, dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah. Pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara benar dan transparan dapat meningkatkan mutu pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Dalam pelaksanaan berbagai kebijakan diatas, guru dituntut untuk menjadi ahli penyebar informasi yang baik, karena tugas utamanya antara lain menyampaikan informasi kepada peserta didik. Guru juga berperan sebagai perencana (designer), pelaksana (implementer), dan penilai (evaluator) pembelajaran. Apabila pembelajaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi para peserta didik dengan penyediaan ilmu yang tepat dan latihan keterampilan yang mereka perlukan, haruslah ada ketergantungan terhadap materi standar yang efektif dan terorganisasi. Untuk itu diperlukan peran baru dari para guru, mereka dituntut memiliki keterampilan-keterampilan teknis yang memungkinkan untuk mengorganisasikan materi standar serta mengelolanya dalam pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.
Dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, guru terutama berperan dalam mengembangkan materi standar dan membentuk kompetensi peserta didik. Sehubungan dengan itu, guru harus kreatif, profesional, dan menyenangkan. Guru harus kreatif dalam memilah dan memilih, serta mengembangkan materi standar sebagai bahan untuk membentuk kompetensi peserta didik. Guru harus profesional dalam membentuk kompetensi peserta didik sesuai dengan karakteristik individual masing-masing. Guru juga harus menyenangkan, tidak saja bagi peserta didik, tetapi juga bagi dirinya. Artinya, belajar dan pembelajaran harus menjadi makanan pokok guru sehari-hari, harus dicintai, agar dapat membentuk dan membangkitkan rasa cinta dan nafsu belajar peserta didik. Dalam kondisi dan perubahan yang bagaimanapun dahsyatnya, guru harus tetap guru; jangan terpengaruh oleh isu, dan jangan bertindak terburu-buru.
Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan tugas profesinya secara layak dan bertanggungjawab (Usman : 1999 : 14). Sejalan dengan hal tersebut. Dahlan dalam makalah bahan diskusi Pelatihan Pengelolaan Madrasah Aliyah Dirjen Kelembagaan Agama Islam Depag RI tanggal 14-31 Mei 2000 di Griya Astuti Cisarua Bogor, mengungkapkan setidaknya ada sepuluh standar kemampuan dasar guru yaitu :
1. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
2. Pengelolaan program belajar mengajar
3. Pengelolaan Kelas
4. Penggunaan media dan sumber pembelajaran
5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan
6. Pengelolaan interaksi belajar mengajar.
7. Penilaian prestasi siswa
8. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
9. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah.
10.Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
Standar kemampuan guru tersebut adalah merupakan modal yang penting dalam upaya melakukan proses pembelajaran yang mendukung bagi tercapainya tujuan yang ditetapkan. Kompotensi Guru yang dimilikinya sebagai pengembang kurikulum di sekolah sudah barang tentu ini merupakan modal penting dalam menciptakan situasi edukatif yang kondusif, sehingga diharapkan dengan modal kompetensi guru yang memadai siswa dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Sebaliknya jika kompetensi guru sangat lemah dalam mengelola sistem kependidikan maka meskipun fasilitas di sekolah serba ada sangat sulit diharapkan hasil pendidikan tersebut dapat mecapai tujuan yang optimal. Bahkan dalam surat keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 26 tahun 1989 tentang angka kredit bagi jabatan guru dalam lingkungan Depdiknas, guru dituntut untuk senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya baik secara individu maupun secara bersama-sama. Lebih lanjut PP nomor 38 tahun 1992 tentang tenaga kependidikan, fasal 31 mengungkapkan bahwa : Tenaga kepndidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa. Sukadi (2006), Tugas dan Peran Guru, mempakan suatu proses yang meliputi : mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik. Mendidik berarti menemskan dan mengembangkan nilai-nikai hidup (efektif). Mengajar berarti menemskan dan mengembangkan Ilmu pengetahuan dan teknologi (kognitif), Adapun melatih berarti mengembangkan keterampilan para siswa (psikomotor).
Ketiga tugas guru tersebut harus terintegrasi menjadi satu kesatuan dan tidak terpisah-pisah. Artinya, dalam melaksanakan tugas mengajar, seorang guru tidak bisa mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan keterampilan. Mereka mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi tidak mengesampingkan niali-nilai penggunaan Ilmu dan teknologi tersebut. Demikian pula dalam melatih para siswa, seorang guru tidak bisa mengabaikan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Untuk melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut, seorang guru dituntut mempunyai beberapa kemampuan sebagai berikut :
1. Berwawasan luas, menguasasi bidang ilmunya, dan mampu mentransfer serta menerangkan kembali kepada siswa
2. Mempunyai sikap dan tingkah laku (kepribadian) yang patut diteladani sesuai dengan nilai-nilai kehidupan (values) yang dianut masyarakat dan bangsa
3. Memiliki keterampilan sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya
Peningkatan kualitas guru menuju kemampuan profesional guru adalah merupakan perwujudan dari upaya .meningkatkan mutu pendidikan secara keseluruhan. Guru merupakan sosok manusia yang diberi amanat untuk membimbing dan mengarahkan generasi bangsa yang akan datang. Guru yang berkualitas dalam kinerjanya akan dapat mencerminkan nasib bangsa dan negara yang akan datang. Hal ini dengan asumsi bahwa jabatan apapun atau pekerjaan apapun pasti melalui proses pendidikan dan orang yang melakukan proses tersebut pasti selalu beriringan dengan sosok guru, karena kualitas pembelajaran akan berjalan dengan balk apabila guru mampu melakukannya.
Fenomena di lapangan menunjukan bahwa masih terdapat anggapan bahwa untuk menjadi guru, yang penting memiliki kemauan persoalan kemampuan pada gilirannya akan mengikuti. Anggapan tersebut sudah barang tentu kurang kondusif bagi pembinaan profesionalisme guru dalam menjalankan tugas, peran dan fungsinya dalam menghantarkan peserta didik kearah tujuan yang dikehendaki.
Ace Suryadi dari Balitbang Depdiknas yang dikutif oleh Usman (2001) menyatakan bahwa :
"Berbagai temuan penelitian menunjukan beberapa kekhawatiran jika guru-guru kita ternyata belum sepenuhnya menguasai kemampuan profesinya. Berdasarkan salah satu penelitian, penguasaan guru terhadap mata pelajaran memang masih berada di bawah standar yang diharapkan. Oleh karena itu maka tidaklah mengherankan jika guru belum dapat melaksanakan pekerjaannya secara profesional".
Sudah barang tentu guru yang masih Iemah kompetensi professionalnya akan sulit diharapkan tujuan pendidikan nasional akan tercapai. Sebagaimana tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Membicarakan perbaikan kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana pendidikan sampai kepada Kriteria sumberdaya manusia yang diinginkan oleh usaha pendidikan maka semua pasti bermuara pada kualitas guru (Muhibinsyah, 1995 : 224). Dengan demikian maka dapat ditarik benang merah betapa urgennya posisi guru dalam dunia pendidikan.
Peran guru dalam mengembangkan kurikulum dalam ruangan kelas posisinya sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah proses pembelajaran. Sukmadinata (1988 : 212) mengemukakan bahwa :
"Official curriculum merupakan kurikulum nyata yang dilaksanakan oleh sekolah atau kelas, suatu "reality". Kurikulum nyata atau actual curriculum merupakan implementasi dari official curriculum oleh guru di dalam kelas. Beberapa ahli menyatakan betapapun bagusnya suatu kurikulum (official), tetapi hasilnya sangat bergantung pada upaya yang dilakukan oleh guru dan juga murid dalam kelas (actual). Dengan demikian guru memegang peranan penting baik di dalam penyusunan maupun pelaksanaan kurikulum".
Kurikulum dapat dipahami, tidak hanya dokumen tertulis akan tetapi sebagai sebuah rencana pelajaran didalam ruangan kelas, dalam hal ini Beauchamp (1968 : 6) mengungkapkan bahwa "a curriculum is written document wich may contain many ingredients, but basically it is a plan for education of pupils during their enrollment in given school". Dengan demikian implementasi kurikulum dapat dikembangkan oleh guru dalam ruangan kelas sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa atau peserta belajar.
Dengan demikian kinerja profesional dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum , dalam hal ini merupakan kemampuan guru dalam melaksanakan kurikulum di kelas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Sejalan dengan hal tersebut Johnson (1978) Menurutnya kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi ditunjukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggung jawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
Kompetensi Pribadi, guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai model atau panutan (yang harus di-gugu dan ditiru). Sebagai seorang model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya :
a. Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya.
b. Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama.
c. Kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan norma, antara dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat
d. Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya, sopan santun dan tata krama
e. Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.
Kompetensi Profesional, adalah kompetensi atau kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini merupakan yang sangat penting, oleh sebab langsung berhubungan dengan kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu , tingkat keprofesionalan seorang guru dapat dilihat dari kompetensi ini di antaranya :
a. Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, tujuan instmksional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran
b. Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan misalnya, paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar, dan lain sebagainya.
c. Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya.
d. Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran
e. Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.
f. Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.
g. Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran.
h. Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya, paham akan administrasi sekolah, bimbingan, dan penyuluhan.
i. Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
Kompetensi Sosial Kemasyarakatan. Kompetensi ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, yang meliputi :
a. Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomonikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional.
b. Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan.
c. Kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok
Guru sebagai pengembang kurikulum dalam tulisan ini dipahami dalam pengertian mikro, yaitu mengembangkan kurikulum dalam ruangan kelas. Sejalan dengan hal ini Kusnandar (2007 : 42-43), ada beberapa paradigma baru yang harus diperhatikan guru dewasa ini adalah sebagai berikut :
1. Tidak terjebak pada rutinitas belaka, tetapi selalu mengembangkan dan memperdayakan diri secara terus menerus untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan, seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Guru jangan terjebak pada aktivitas datang, mengajar, pulang, begitu berulang-ulang sehingga lupa mengembangkan potensi diri secara maksimal
2. Guru mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) yang dapat menggairahkan motivasi belajar peserta didik. Guru harus menguasai berbagai macam strategi dan pendekatan serta model pembelajaran sehingga proses belajar-mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusif dan menyenangkan.
3. Dominasi guru dalam pembelajaran, dikurangi sehingga memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk lebih berani, mandiri, dan kreatif dalam proses belajar-mengajar
4. Guru mampu memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran sehingga peserta didik mendapatkan sumber belajar yang lebih bervariasi
5. Guru menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai suatu prefesi yang menyenangkan 6. Guru mengikuti perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi yang mutakhir sehingga memiliki wawasan yang luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini
7. Guru mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas dengan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan mempunyai integritas yang tinggi
8. Guru mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman sehingga siap menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik.
Beberapa hal tersebut di atas, mengisyaratkan bahwa pada dasarnya peranan guru dalam ruangan kelas adalah merupakan hubungan antar pribadi. Dalam hal ini pula menunjukan bahwa proses belajar mengajar bukan hanya sekedar kegiatan instruksional akan tetapi juga merupakan perilaku guru yang secara utuh diserap oleh siswa.
Dengan demikian, guru dituntut selalu inovatif, kreatif, dan mampu mengimplementasikan sepuluh standar kemampuan dasar dalam upaya menghantarkan tujuan pendidikan secara optimal. Salah satunya melibatkan siswa dalam proses belajar mengajar dengan pola komoniakasi multi trafic (multi trafic communication). Dalam pola komunikasi multi trafic ini, komonikasi terjadi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
Dengan pola komonikasi seperti ini, antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa lainnya terjadi pertukaran (sharing) pengetahuan dan pengalaman sehingga proses belajar mengajar lebih bermakna.
Untuk menciptakan pola semacam ini, guru harus memiliki beberapa keterampilan sebagai berikut :
- Memiliki keterampilan bertanya yang meliputi : pertanyaan menggiring, pertanyaan untuk merangsang siswa berfikir dan mengemukakan gagasan, pertanyaan mengarahkan, dan pertanyaan yang bersifat mengendalikan arus komunikasi.
- Memiliki keterampilan memberikan reward dan bentuk-bentuk penghargaan atas pendapat, gagasan, dan pertanyaan siswa.
- Terampil dan memilih dan mempergunakan metode dan media pembelajaran yang mendukung terjadinya pola komonikasi multi trafic.
- Memiliki keterampilan memilih dan menyampaikan permasalahan yang dapat merangsang siswa mau berpikir dan melibatkan emosi dalam pembelajaran
- Memahami dan mampu menerapkan pola pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA) dengan segenap metode dan media yang mendukungnya.
Selain dengan cara-cara tersebut, keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dapat dirangsang dengan cara sebagai berikut :
- Memberikan kemerdekaan kepada siswa untuk mengemukakan ide, gagasan, pendapat, komentar, saran, dan kritik yang membangun.
- Menciptakan suasana belajar mengajar yang terbuka (fair) dalam batas-batas yang wajar dan etis.
- Memberikan penghargaan atas keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dengan cara memberikan nilai tambah.
- Membangun rasa percaya diri siswa dihadapan teman-temannya.
- Mengurangi dominasi guru dalam proses pembelajaran.
Berangkat dari pemikiran diatas, maka terdapat suatu perkembangan di MTsN X Kota X menyangkut kinerja professional guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum. Hal ini mengingat tiga Tahun terakhir MTsN X mengalami peningkatan UAN yang sangat signifikan. Selain itu juga guru MTsN tersebut tidak mengandalkan kewajibannya sebagai pengajar tetapi juga selalu melakukan mengayaan atau proses pembelajaran tambahan (Less).
Mengingat begitu pentingnya peningkatan kompetensi profesional guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum khususnya dalam dimensi kegiatan, maka hal inilah yang menjadi landasan berfikir penulis untuk melakukan penelitian tentang kompentensi profesional guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum.

B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Kinerja professional merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap guru, hal ini didasarkan pada asumsi bahwa guru adalah merupakan jabatan professional. Kinerja yang dimaksudkan disini adalah "performance yang berarti "the execution of an action". Wolf, (1997 : 851) dengan demikian kinerja di sini berarti pelaksanaan suatu kegiatan. Kinerja juga dapat diartikan sebagai penampilan kerja atau perilaku kerja yang mencerminkan hasil atau out put dari suatu proses
Pada dasarnya kualitas pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti; pendidik, terdidik, kurikulum dan lingkungan. Faktor— faktor tersebut satu sama lain saling mempengaruhi dan tidak bisa berdiri sendiri. Namun demikian pada penelitian ini penulis membatasi diri pada faktor guru sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan.
Dalam pandangan Sudjana (1989 : 1) guru mempunyai peranan yang sangat penting dalam hubungannya dengan pengembangan kurikulum di sekolah. Dia harus mampu menterjemahkan, menjabarkan dan mentransformasikan nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada anak didik melalui proses belajar mengajar. Dengan demikian dalam mengimplementasikan kurikulum yang ada di sekolah hendaknya guru tidak hanya sekedar melakukan proses pengajaran akan tetapi harus berupaya mengorientasikan bagaimana membuat siswa belajar. Guru sebagai pengembang kurikulum dipahami sebagai seorang yang senantiasa menciptakan situasi kelas yang kondusif serta mengembangkan segala sarana dan fasilitas yang ada menjadi bahan ajar yang efektif efisien serta terus menerus melakukan inovasi dalam mengembangkan materi yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan siswa serta berupaya untuk melakukan metode pengajaran yang bervariasi, sehingga siswa tidak merasa jenuh mengikuti proses belajar mengajar.
Berangkat dari hal tersebut, maka inti permasalahan dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana kinerja profesional Guru sebagai Pengembang kurikulum dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya ?

C. Pertanyan Penelitian
Berdasarkan inti permasalahan dalam penelitian, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kinerja profesional guru dalam :
a. Perencanaan pembelajaran ?
b. Pelaksanaaan pembelajaran ?
c. Evaluasi pembelajaran ?
2. Apa saja yang mempengaruhi kinerja profesional guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum ?
3. Bagaimana hubungan kinerja guru dan hasil belajar siswa ?

D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat menemukan 2 manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis.
1. Manfaat teoritis.
Guru profesional sudah terbentang dalam UU No. 14/2005 tentang Guru & Dosen. Pda Bab 1 pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama (pokok) mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan pada Bab 1 pasal 1 angka 6 UU Sisdiknas, pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Guru profesional, adalah guru memegang peranan penting terhadap keberhasilan implementasi kurikulum KTSP, karena gurulah yang pada akhirnya akan melaksanakan kurikulum di dalam kelas. Gurulah gerda terdepan dalam implementasi kurikulum. Guru adalah kurikulum berjalan. Sebaik apa pun kurikulum dan sistim pendidikan yang ada, tanpa didukung mutu guru yang memenuhi syarat, maka semuanya akan sia-sia. Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia tidak cukup dengan pembenahan di bidang kurikulum saja, tetapi harus juga diikuti dengan peningkatan mutu guru, semangat tersebut tidak akan mencapai harapan yang dinginkan (Kusnandar, Kompas, 2 Oktober 2006)
Oleh karena itu, keberadaan guru yang profesional tidak bisa ditawar-tawar lagi. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dapat menunjang tugasnya. Ada empat kompetensi yang harus dimiliki oleh guru, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi soaial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (UU nomor 14 2005 tentang Guru dan Dosen pasal 10 ayat 2).
Pandangan yang dikembangkan oleh Havighurst (peneliti Amerika serikat) dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks). Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata harus dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan tingkat perkembangan yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu tidak terpenuhi, maka pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu tersebut akan mengalami masalah. Melalui tugas-tugas ini, anak akan berkembang dengan baik dan beroperasi secara kumulatif dari yang sederhana menuju kearah yang lebih kompleks
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh terhadap perkembangan kurikulum pendidikan Indonesia. Setiap anak merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya. Impilikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu :
- Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya
- Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang wajib dipelajari setiap anak disekolah, disediakan pula pelajaran-pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak
- Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak-anak yang berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi kejenjang pendidikan berikutnya
- Kurikulum menurut tujuanya mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan batin.
Teori Yang dikemukakan para ahli tokoh pendidikan ini diharapkan menjadi bahan kajian lebih lanjut dalam pengembangan kompetensi professional guru guna melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum yang pada gilirannya diharapkan dapat menuju pelaksanaan proses belajar mengajar yang optimal.
2. Manfaat praktis.
Setelah penelitian ini selesai diharapkan dapat memberikan sumbangan yang kongkrit bagi upaya peningkatan mutu pendidikan yang diharapkan pada tingkat dasar, terutama kualitas guru dalam mengembangkan kurikulum di sekolah.
Secara spesifik hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
a. Kepala sekolah
Dengan mengungkapkan data empiris diharapkan kepala sekolah dapat membuat rencana dan strategi pengembangan sistem pendidikan yang sesuai dengan keadaan dan kemampuan lingkungan sekolahnya, baik yang menyangkut sistem rekruitmen guru maupun upaya berkelanjutan dalam memberdayakan dan meningkatkan kinerja guru.
b. Guru.
Guru yang merupakan ujung tombak dalam upaya menghantarkan tujuan pendidikan diharapkan selalu berupaya meningkatkan kualitas profesinya dengan terus melakukan introspeksi baik yang menyangkut kualitas teknis maupun kualitas sosial. Sehingga ferformance guru akan sesuai dengan tuntutan profesinya.
c. Siswa
Siswa yang merupakan subyek dan obyek pendidikan akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang optimal. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa jika kinerja guru dapat dilaksanakan secara baik maka pelayanan kepada siswa pun akan menjadi baik.
d. Bagi Departemen Agama hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan bahan-bahan untuk kemudian dipertimbangkan dalam mengola dan mengambil kebijakan pendidikan khususnya yang berhubungan upaya meningkatkan profesionalisme guru
e. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan mungkin dapat dijadikan sebagai bahan literature pensinkronan masalah yang akan diteliti berkaitan dengan kinerja profesinal guru.

Teknologi Terhadap Pendidikan - Document Transcript

  1. TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PENDIDIKAN Oleh : Muslim Mahasiswa Pascasarjana UPI Bandung PENDAHULUAN Pengaruh globalisasi semakin terasa dengan semakin banyaknya saluran informasi dalam berbagai bentuk seperti elektronik maupun non elektronik seperti surat kabar, majalah, radio. TV, telepon, fax, komputer, internet, satelit komunikasi dan sebagainya. Teknologi komunikasi dan informasi yang terus berkembang cenderung akan mempengaruhi segenap bidang kehidupan termasuk bidang pendidikan kejuruan dan pelatihan yang akan semakin banyak diwarnai oleh oleh teknologi komunikasi dan informasi. Secara khusus untuk pendidikan dan pelatihan akan dirasakan adanya kecenderungan : (a) bergesernya pendidikan dan pelatihan dari sistem berorientasi pada guru/dosen/lembaga ke sistem yang berorientasi pada siswa/mahasiswa/peserta didik. (b) tumbuh dan makin memasyarakatnya pendidikan terbuka/jarak jauh. (c) semakin banyaknya pilihan sumber belajar yang tersedia. (d) diperlukannya standar kualitas global dalam rangka persaingan global dan (e) semakin diperlukannya pendidikan sepanjang hayat (life long learning). Aplikasi teknologi komunikasi dan informasi telah memungkinkan terciptanya lingkungan belajar global yang berhubungan dengan jaringan yang menempatkan siswa di tengah-tengah proses pembelajaran, dikelilingi oleh berbagai sumber belajar dan layanan belajar elektronik. Untuk itu, sistem pendidikan konvensional seharusnya menunjukkan sikap yang bersahabat dengan alternatif cara belajar yang baru yang sarat dengan teknologi. Pengertian Teknologi Informasi dan Komunikasi Teknologi Informasi adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan. 1
  2. Teknologi ini menggunakan seperangkat komputer untuk mengolah data, sistem jaringan untuk menghubungkan satu komputer dengan komputer yang lainnya sesuai dengan kebutuhan, dan teknologi telekomunikasi digunakan agar data dapat disebar dan diakses secara global. Arti teknologi informasi bagi dunia pendidikan seharusnya berarti tersedianya saluran atau sarana yang dapat dipakai untuk menyiarkan program pendidikan. Pemanfaatan teknologi informasi dalam bidang pendidikan sudah merupakan kelaziman. Membantu menyediakan komputer dan jaringan yang menghubungkan rumah murid dengan ruang kelas, guru, dan administrator sekolah. Semuanya dihubungkan ke Internet, dan para guru dilatih menggunakan komputer pribadi. Peran yang dapat diberikan oleh aplikasi teknologi informasi ini adalah mendapatkan informasi untuk kehidupan pribadi seperti informasi tentang kesehatan, hobi, rekreasi, dan rohani. Kemudian untuk profesi seperti sains, teknologi, perdagangan, berita bisnis, dan asosiasi profesi. Sarana kerjasama antara pribadi atau kelompok yang satu dengan pribadi atau kelompok yang lainnya tanpa mengenal batas jarak dan waktu, negara, ras, kelas ekonomi, ideologi atau faktor lainnya yang dapat menghambat bertukar pikiran. Perkembangan Teknologi Informasi memacu suatu cara baru dalam kehidupan, dari kehidupan dimulai sampai dengan berakhir, kehidupan seperti ini dikenal dengan e-life, artinya kehidupan ini sudah dipengaruhi oleh berbagai kebutuhan secara elektronik. Implikasi Teknologi Informasi Pada Pendidikan Kejuruan Sejarah IT dan Internet tidak dapat dilepaskan dari bidang pendidikan. Internet di Amerika mulai tumbuh dari lingkungan akademis (NSFNET), seperti diceritakan dalam buku “Nerds 2.0.1”. Demikian pula Internet di Indonesia mulai tumbuh dilingkungan akademis (di UI dan ITB), meskipun cerita yang seru justru muncul di bidang bisnis. Mungkin perlu diperbanyak cerita tentang manfaat Internet bagi bidang pendidikan. Adanya Internet membuka sumber informasi yang tadinya susah diakses. Akses terhadap sumber informasi bukan menjadi malasah lagi. Perpustakaan merupakan salah satu sumber informasi yang mahal harganya. (Berapa banyak perpustakaan di Indonesia, dan bagaimana kualitasnya?.) Adanya Internet memungkinkan seseorang di Indonesia untuk mengakses perpustakaan di Amerika Serikat. Mekanisme akses perpustakaan dapat dilakukan dengan menggunakan program khusus (biasanya menggunakan standar Z39.50, 2
  3. seperti WAIS1), aplikasi telnet (seperti pada aplikasi hytelnet2) atau melalui web browser (Netscape dan Internet Explorer). Sudah banyak cerita tentang pertolongan Internet dalam penelitian, tugas akhir. Tukar menukar informasi atau tanya jawab dengan pakar dapat dilakukan melalui Internet. Tanpa adanya Internet banyak tugas akhir dan thesis yang mungkin membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk diselesaikan. Kerjasama antar pakar dan juga dengan mahasiswa yang letaknya berjauhan secara fisik dapat dilakukan dengan lebih mudah. Dahulu, seseorang harus berkelana atau berjalan jauh untuk menemui seorang pakar untuk mendiskusikan sebuah masalah. Saat ini hal ini dapat dilakukan dari rumah dengan mengirimkan email. Makalah dan penelitian dapat dilakukan dengan saling tukar menukar data melalui Internet, via email, ataupun dengan menggunakan mekanisme file sharring. Bayangkan apabila seorang mahasiswa di Irian dapat berdiskusi masalah kedokteran dengan seoran pakar di universitas terkemuka di pulau Jawa. Mahasiswa dimanapun di Indonesia dapat mengakses pakar atau dosen yang terbaik di Indonesia dan bahkan di dunia. Batasan geografis bukan menjadi masalah lagi. Sharring information juga sangat dibutuhkan dalam bidang penelitian agar penelitian tidak berulang (reinvent the wheel). Hasil-hasil penelitian di perguruan tinggi dan lembaga penelitian dapat digunakan bersama-sama sehingga mempercepat proses pengembangan ilmu dan teknologi. Distance learning dan virtual university merupakan sebuah aplikasi baru bagi Internet. Bahkan tak kurang pakar ekonomi Peter Drucker mengatakan bahwa “Triggered by the Internet, continuing adult education may wll become our greatest growth industry”. (Lihat artikel majalah Forbes 15 Mei 2000.) Virtual university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya dilakukan dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam satu kelas? Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 50 orang. Virtual university dapat diakses oleh siapa saja, darimana saja. Inisiaif-inisiatif penggunaan IT dan Internet di bidang pendidikan di Indonesia sudah mulai bermunculan. Salah satu inisiatif yang sekarang sedang giat kami lakukan adalah program “Sekolah 2000”, dimana ditargetkan sejumlah sekolah (khususnya SMU 1 WAIS = Wide Area Information System 2 http://www.lights.com/hytelnet/sites1.html 3
  4. dan SMK) terhubung ke Internet pada tahun 2000 ini. (Informasi mengenai program Sekolah 2000 ini dapat diperoleh dari situs Sekolah 2000 di http://www.sekolah2000.or.id) Inisiatif seperti ini perlu mendapat dukungan dari kita semua. E-Learning Globalisasi telah memicu kecenderungan pergeseran dalam dunia pendidikan dari pendidikan tatap muka yang konvensional ke arah pendidikan yang lebih terbuka. (Mukhopadhyay M., 1995). Sebagai contoh kita melihat di Perancis proyek “Flexible Learning”. Hal ini mengingatkan pada ramalan Ivan Illich awal tahun 70-an tentang “Pendidikan tanpa sekolah (Deschooling Socieiy)” yang secara ekstrimnya guru tidak lagi diperlukan. Bishop G. (1989) meramalkan bahwa pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes (flexible), terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun juga yang memerlukan tanpa pandang faktor jenis, usia, maupun pengalaman pendidikan sebelumnya. Mason R. (1994) berpendapat bahwa pendidikan mendatang akan lebih ditentukan oleh jaringan informasi yang memungkinkan berinteraksi dan kolaborasi, bukannya gedung sekolah. Namun, teknologi tetap akan memperlebar jurang antara di kaya dan si miskin. Tony Bates (1995) menyatakan bahwa teknologi dapat meningkatkan kualitas dan jangkauan bila digunakan secara bijak untuk pendidikan dan latihan, dan mempunyai arti yang sangat penting bagi kesejahteraan ekonomi. Alisjahbana I. (1966) mengemukakan bahwa pendekatan pendidikan dan pelatihan nantinya akan bersifat “Saat itu juga (Just on Time)”. Teknik pengajaran baru akan bersifat dua arah, kolaboratif, dan inter-disipliner. Romiszowski & Mason (1996) memprediksi penggunaan “Computer-based Multimedia Communication (CMC)” yang bersifat sinkron dan asinkron. Dari ramalan dan pandangan para cendikiawan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan masuknya pengaruh globalisasi, pendidikan masa mendatang akan lebih bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multidisipliner, serta terkait pada produktivitas kerja “saat itu juga” dan kompetitif. Kecenderungan dunia pendidikan di Indonesia di masa mendatang adalah: 4
  5. - Berkembangnya pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (Distance Learning). - Kemudahan untuk menyelenggarakan pendidikan terbuka dan jarak jauh perlu dimasukan sebagai strategi utama. - Sharing resource bersama antar lembaga pendidikan / latihan dalam sebuah jaringan - Perpustakaan & instrumen pendidikan lainnya (guru, laboratorium) berubah fungsi menjadi sumber informasi daripada sekedar rak buku. - Penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia, dalam pendidikan secara bertahap menggantikan TV dan Video. Dengan adanya perkembangan teknologi informasi dalam bidang pendidikan, maka pada saat ini sudah dimungkinkan untuk diadakan belajar jarak jauh dengan menggunakan media internet untuk menghubungkan antara mahasiswa dengan dosennya, melihat nilai mahasiswa secara online, mengecek keuangan, melihat jadwal kuliah, mengirimkan berkas tugas yang diberikan dosen dan sebagainya, semuanya itu sudah dapat dilakukan. Gambar 2 : Collaboration Faktor utama dalam distance learning yang selama ini dianggap masalah adalah tidak adanya interaksi antara dosen dan mahasiswanya. Namun demikian, dengan media internet sangat dimungkinkan untuk melakukan interaksi antara dosen dan siswa baik dalam bentuk real time (waktu nyata) atau tidak. Dalam bentuk real time dapat dilakukan misalnya dalam suatu chatroom, interaksi langsung dengan real audio atau real video, dan online meeting. Yang tidak real time bisa dilakukan dengan mailing list, discussion group, newsgroup, dan buletin board. Dengan cara di atas interaksi dosen dan mahasiswa di kelas 5
  6. mungkin akan tergantikan walaupun tidak 100%. Bentuk-bentuk materi, ujian, kuis dan cara pendidikan lainnya dapat juga diimplementasikan ke dalam web, seperti materi dosen dibuat dalam bentuk presentasi di web dan dapat di download oleh siswa. Demikian pula dengan ujian dan kuis yang dibuat oleh dosen dapat pula dilakukan dengan cara yang sama. Penyelesaian administrasi juga dapat diselesaikan langsung dalam satu proses registrasi saja, apalagi di dukung dengan metode pembayaran online. Distance Learning ( on line ) Pendidikan jarak jauh adalah sekumpulan metoda pengajaran dimana aktivitas pengajaran dilaksanakan secara terpisah dari aktivitas belajar. Pemisah kedua kegiatan tersebut dapat berupa jarak fisik, misalnya karena peserta ajar bertempat tinggal jauh dari lokasi institusi pendidikan. Pemisah dapat pula jarak non-fisik yaitu berupa keadaan yang memaksa seseorang yang tempat tinggalnya dekat dari lokasi institusi pendidikan namun tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di institusi tersebut. Keterpisahan kegiatan pengajaran dari kegiatan belajar adalah ciri yang khas dari pendidikan jarak jauh. Sistem pendidikan jarak jauh merupakan suatu alternatif pemerataan kesempatan dalam bidang pendidikan. Sistem ini dapat mengatasi beberapa masalah yang ditimbulkan akibat keterbatasan tenaga pengajar yang berkualitas. Pada sistem pendidikan pelatihan ini tenaga pengajar dan peserta didik tidak harus berada dalam lingkungan geografi yang sama. Tujuan dari pembangunan sistem ini antara lain menerapkan aplikasi-aplikasi pendidikan jarak jauh berbasis web pada situs-situs pendidikan jarak jauh yang dikembangkan di lingkungan di Indonesia yakni bekerja dengan sama mitra-mitra lainnya. Secara sederaha dipahami sistem ini terdiri dari kumpulan aplikasi-aplikasi yang dapat digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan pendidikan jarak jauh hingga penyampaian materi pendidikan jarak jauh tersebut dapat dilakukan dengan baik. Sarana penunjang dari pendidikan jarak jauh ini adalah teknologi informasi. Kemunculan teknologi informasi dan komunikasi pada pendidikan jarak jauh ini sangat membantu sekali. Seperti dapat dilihat, dengan munculnya berbagai pendidikan secara online, baik pendidikan formal atau non-formal, dengan menggunakan fasilitas Internet.Pendekatan sistem pengajaran yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengajaran secara 6
  7. langsung (real time) ataupun dengan cara menggunakan sistem sebagai tempat pemusatan pengetahuan (knowledge). Hal ini memungkinkan terbentuknya kesempatan bagi siapa saja untuk mengikuti berbagai jenjang pendidikan. Seorang lulusan sarjana dapat melanjutkan ke pendidikan magister secara online ke salah satu Perguruan tinggi yang diminatinya. Suatu pendidikan jarak jauh berbasis web antara lain harus memiliki unsur sebagai berikut: (1) Pusat kegiatan siswa; sebagai suatu community web based distance learning harus mampu menjadikan sarana ini sebagai tempat kegiatan mahasiswa, dimana mahasiswa dapat menambah kemampuan, membaca materi kuliah, mencari informasi dan sebagainya. (2) Interaksi dalam grup; Para mahasiswa dapat berinteraksi satu sama lain untuk mendiskusikan materi-materi yang diberikan dosen. Dosen dapat hadir dalam group ini untuk memberikan sedikit ulasan tentang materi yang diberikannya. (3) Sistem administrasi mahasiswa; dimana para mahasiswa dapat melihat informasi mengenai status mahasiswa, prestasi mahasiswa dan sebagainya. (4) Pendalaman materi dan ujian; Biasanya dosen sering mengadakan quis singkat dan tugas yang bertujuan untuk pendalaman dari apa yang telah diajarkan serta melakukan test pada akhir masa belajar. Hal ini juga harus dapat diantisipasi oleh web based distance learning (5) Perpustakaan digital; Pada bagian ini, terdapat berbagai informasi kepustakaan, tidak terbatas pada buku tapi juga pada kepustakaan digital seperti suara, gambar dan sebagainya. Bagian ini bersifat sebagai penunjang dan berbentuk database. (6) Materi online diluar materi kuliah; Untuk menunjang perkuliahan, diperlukan juga bahan bacaan dari web lainnya. Karenanya pada bagian ini, dosen dan siswa dapat langsung terlibat untuk memberikan bahan lainnya untuk di publikasikan kepada mahasiswa lainnya melalui web.Sistem distance learning berbasis web ini dapat dilakukan dengan synchronous (real time) maupun secara asynchronous (non-real time). Synchronous System, aplikasi yang berjalan secara waktu nyata dimana seluruh pemakai bisa berkomunikasi pada waktu yang sama, contohnya: chatting, Video Conference, dsb. Asynchronous System, aplikasi yang tidak bergantung pada waktu dimana seluruh pemakai bisa mengakses ke sistem dan melakukan komunikasi antar mereka disesuaikan dengan waktunya masing-masing, contohnya: BBS, e-mail, dsb. 7
  8. Gambar 3: Jaringan Komputer dalam Pembelajaran Interaktif Mewujudkan ide dan keinginan di atas dalam suatu bentuk realitas bukanlah suatu pekerjaan yang mudah tapi bila kita lihat ke negara lain yang telah lama mengembangkan web based distance learning, sudah banyak sekali institusi atau lembaga yang memanfaatkan metode ini. Bukan hanya skill yang dimiliki oleh para engineer yang diperlukan tapi juga berbagai kebijaksanaan dalam bidang pendidikan sangat mempengaruhi perkembangannya. Jika dilihat dari kesiapan sarana pendukung misalnya hardware, maka agaknya hal ini tidak perlu diragukan lagi. Hanya satu yang selalu menjadi perhatian utama pengguna internet di Indonesia yaitu masalah bandwidth, tentunya dengan bandwidth yang terbatas ini mengurangi kenyamanan khususnya pada non text based material. Di luar negeri, khususnya di negara maju, pendidikan jarak jauh telah merupakan alternatif pendidikan yang cukup digemari. Metoda pendidikan ini diikuti oleh para mahasiswa, karyawan, eksekutif, bahkan ibu rumah tangga dan orang lanjut usia (pensiunan). Studi yang dilakukan oleh Amerika, sangat mendukung dikembangkannya e- learning, menyatakan bahwa computer based learning sangat efektif, memungkinkan 30% pendidikan lebih baik, 40% waktu lebih singkat, dan 30% biaya lebih murah. Bank Dunia (World bank) pada tahun 1997 telah mengumumkan program Global Distance Learning Network (GDLN) yang memiliki mitra sebanyak 80 negara di dunia. Melalui GDLN ini maka World Bank dapat memberikan e-learning kepada mahasiswa 5 kali lebih banyak (dari 30 menjadi 150 mahasiswa) dengan biaya 31% lebih murah. 8
  9. Virtual School dan Virtual University Virtual university merupakan sebuah aplikasi baru bagi Internet. Virtual university memiliki karakteristik yang scalable, yaitu dapat menyediakan pendidikan yang diakses oleh orang banyak. Jika pendidikan hanya dilakukan dalam kelas biasa, berapa jumlah orang yang dapat ikut serta dalam satu kelas? Jumlah peserta mungkin hanya dapat diisi 40 50 orang. Virtual university dapat diakses oleh siapa saja, darimana saja. Penyedia layanan virtual university ini adalah www.ibuteledukasi.com . Mungkin sekarang ini virtual university layanannya belum efektif karena teknologi yang masih minim. Namun diharapkan di masa depan virtual university ini dapat menggunakan teknologi yang lebih handal semisal video streaming yang dimasa mendatang akan dihadirkan oleh ISP lokal, sehingga tercipta suatu sistem belajar mengajar yang efektif yang diimpiimpikan oleh setiap ahli IT di dunia pendidikan. Virtual school juga diharapkan untuk hadir pada jangka waktu satu dasawarsa ke depan. Bagi Indonesia, manfaat manfaat yang disebutkan di atas sudah dapat menjadi alasan yang kuat untuk menjadikan Internet sebagai infrastruktur bidang pendidikan. KESIMPULAN Tuntutan pembelajaran di masa yang akan datang harus bersifat terbuka dan dua arah, beragam, multi disipliner serta terkait pada produktifitas kerja “saat itu juga” dan kompetitif. Teknologi informasi dan telekomunikasi dengan murah dan mudah akan menghilangkan batasan-batasan ruang dan waktu yang selama ini membatasi dunia pendidikan. Beberapa konsekuensi logis yang terjadi antara lain adalah: (1) Mahasiswa dapat dengan mudah mengambil matakuliah dimanapun di dunia tanpa terbatas lagi pada batasan institusi & negara; (2) Mahasiswa dapat dengan mudah berguru pada orang-orang ahli / pakar di bidang yang diminatinya. Cukup banyak pakar di dunia ini yang dengan senang hati menjawab berbagai pertanyaan yang datang; (3) Kuliah bahkan dapat dengan mudah diambil di berbagai penjuru dunia tanpa tergantung pada universitas tempat si mahasiswa belajar. 9
  10. Penerapan Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam pendidikan akan memungkinkan terciptanya sistim pembelajran elektronik seperti : e-Learning, Distance Learning, Virtual University dan penggunaan perangkat informsi interaktif (CD-ROM). Dengan pemamfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pembelajaran atau pendidikan memungkinkan hasil pendidikan lebih baik (30%), lama pendidikan menjadi lebih singkat (40%) dan dengan biaya yang relatif rendah (30%) (studi yang di lakukan Amerika ). DAFTAR PUSTAKA Hadiana,A dan Djaelani, E. (2002). Sistim Pendukung e-Learning di Web. ( Online) Tersedia : http://www.informatika.lipi.go.id/jurnal/sistem-pendukung-e-learning-di-web/ (12 Nopember 2005) Manfaat Videoconferencing dan Layanannya . ( Online) Tersedia : http://www.telkom.co.id/infoterkini/view_news.asp?id=5&newscat=infotek (12 Nopember 2005) Peran Teknologi Komunikasi dan Informasi dalam Penyelenggaraan Pendidikan Jarak Jauh Secara Online di Indonesia. ( Online ). Tersedia : http://www.denpasar.go.id/main.php?act=i_opi&xid=14 (12 Nopember 2005) Pribadi, B.A dan Rosita,T (Universitas Terbuka). (2005). Prospek Komputer Sebagai Media Pembelajaran Interaktif Dalam Sistim Pendidikan Jarak Jauh di Indonesia. ( Online ). Tersedia : http://pk.ut.ac.id/jsi/82benny.htm (12 Nopember 2005) Rahardjo, B. (2000). Implikasi Teknologi Informasi dan Internet Terhadap Pendidikan, Bisnis, dan Pemerintahan. ( Online) Salmi, N. (2005). Teknologi Informasi Inovasi Bagi Dunia Pendidikan. (Online) Tersedia : http://www.waspada.co.id/ ( 8 Nopember 2005 ). Sadiman, S.A. (2000). Aplikasi Teknologi Dalam Pendidikan di Era Global Peluang Dan Tantangan. (Online). Jurnal Dikbud No. 022, Maret 2000 halaman 1-15 Mengoptimalkan Multimedia sebagai Sarana Mencerdaskan Bangsa( Online) Tersedia : http://www.elektroindonesia.com/elektro/media12a.html (12 Nopember 2005) Wardiana, W. (2002). Perkembangan Teknologi Informasi di Indonesia. (Online) 10
  11. Disampaikan pada Seminar dan Pameran Teknologi Informasi 2002, Fakultas Teknik Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) Jurusan Teknik Informatika, tanggal 9 Juli 2002 Tersedia : http://www.informatika.lipi.go.id/jurnal/perkembangan-teknologi-informasi-di- indonesia/ (12 Nopember 2005) 11

PERANAN TEKNOLOGI KOMUNIKASI DAN INFORMASI BAGI DUNIA PENDIDIKAN

Perkembangan Teknologi Komunikasi dan Informasi/Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), telah memberikan pengaruh terhadap dunia pendidikan khususnya dalam proses pembelajaran. Menurut Rosenberg (2001), dengan berkembangnya penggunaan TIK ada 5 (lima) pergeseran dalam proses pembelajaran yaitu :
(1) dari pelatihan ke penampilan,
(2) dari ruang kelas ke di mana dan kapan saja,
(3) dari kertas ke “on line” atau saluran,
(4) fasilitas fisik ke fasilitas jaringan kerja,
(5) dari waktu siklus ke waktu nyata.


Komunikasi sebagai media pendidikan dilakukan dengan menggunakan media-media komunikasi seperti telepon, komputer, internet, e-mail, dana lainnya. Interaksi antara guru dan siswa tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi juga dilakukan dengan menggunakan media-media tersebut. Guru dapat memberikan layanan tanpa harus berhadapan langsung dengan siswa. Demikian pula siswa dapat memperoleh informasi dalam lingkup yang luas dari berbagai sumber melalui cyber space atau ruang maya dengan menggunakan komputer atau internet. Hal yang paling mutakhir adalah berkembangnya apa yang disebut “cyber teaching” atau pengajaran maya, yaitu proses pengajaran yang dilakukan dengan menggunakan internet. Istilah lain yang makin populer saat ini ialah e-learning yaitu satu model pembelajaran dengan menggunakan media teknologi komunikasi dan informasi khususnya internet. Menurut Rosenberg (2001; 28), e-learning merupakan satu penggunaan teknologi internet dalam penyampaian pembelajaran dalam jangkauan luas yang berlandaskan 3 (tiga) kriteria yaitu:
(1) e-learning merupakan jaringan dengan kemampuan untuk memperbaharui, menyimpan, mendistribusi dan membagi materi ajar atau informasi,
(2) pengiriman sampai ke pengguna terakhir melalui komputer dengan menggunakan teknologi internet yang standar,
(3) memfokuskan pada pandangan yang paling luas tentang pembelajaran di balik paradigma pembelajaran tradisional. Saat ini e-learning telah berkembang dalam berbagai model pembelajaran yang berbasis TIK seperti: CBT (Computer Based Training), CBI (Computer Based Instruction), Distance Learning, Distance Education, CLE (Cybernetic Learning Environment), Desktop Videoconferencing, ILS (Integrated Learning Syatem), LCC (Learner-Cemterted Classroom), Teleconferencing, WBT (Web-Based Training), dan lain sebagainya. Satu bentuk produk TIK adalah internet yang berkembang pesat di penghujung abad 20 dan di ambang abad 21. Kehadirannya telah memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan umat manusia dalam berbagai aspek dan dimensi. Internet merupakan salah satu instrumen dalam era globalisasi yang telah menjadikan dunia ini menjadi transparan dan terhubungkan dengan sangat mudah dan cepat tanpa mengenal batas-batas kewilayahan atau kebangsaan. Melalui internet setiap orang dapat mengakses ke dunia global untuk memperoleh informasi dalam berbagai bidang dan pada gilirannya akan memberikan pengaruh dalam keseluruhan perilakunya. Dalam kurun waktu yang amat cepat beberapa dasawarsa terakhir telah terjadi revolusi internet di berbagai negara serta penggunaannya dalam berbagai bidang kehidupan. Keberadaan internet pada masa kini sudah merupakan satu kebutuhan pokok manusia modern dalam menghadapi berbagai tantangan perkembangan global. Kondisi ini sudah tentu akan memberikan dampak terhadap corak dan pola-pola kehidupan umat manusia secara keseluruhan. TKI telah mengubah wajah pembelajaran yang berbeda dengan proses pembelajaran tradisional yang ditandai dengan interaksi tatap muka antara guru dengan siswa baik di kelas maupun di luar kelas. Di masa-masa mendatang, arus informasi akan makin meningkat melalui jaringan internet yang bersifat global di seluruh dunia dan menuntut siapapun untuk beradaptasi dengan kecenderungan itu kalau tidak mau ketinggalan jaman. Dengan kondisi demikian maka pendidikan khususnya proses pembelajaran cepat atau lambat tidak dapat terlepas dari keberadaan komputer dan internet sebagai alat bantu utama. Majalah Asiaweek terbitan 20-27 Agustus 1999 telah menurunkan tulisan-tulisan dalam tema "Asia in the New Millenium" yang memberikan gambaran berbagai kecenderungan perkembangan yang akan terjadi di Asia dalam berbagai aspek seperti ekonomi, politik, agama, sosial, budaya, kesehatan, pendidikan, dan lainnya, termasuk di dalamnya pengaruh revolusi internet dalam berbagai dimensi kehidupan.

Salah satu tulisan yang berkenaan dengan dunia pendidikan disampaikan oleh Robin Paul Ajjelo dengan judul "Rebooting: The Mind Starts at School". Dalam tulisan tersebut dikemukakan bahwa ruang kelas di era millenium yang akan datang akan jauh berbeda dengan ruang kelas seperti sekarang ini yaitu ; dalam bentuk seperti laboratorium komputer di mana tidak terdapat lagi format anak duduk di bangku dan guru berada di depan kelas. Ruang kelas di masa yang akan datang disebut sebagai "cyber classroom" atau "ruang kelas maya" sebagai tempat anak-anak melakukan aktivitas pembelajaran secara individual maupun kelompok dengan pola belajar yang disebut "interactive learning" atau pembelajaran interaktif melalui komputer dan internet.

Anak-anak berhadapan dengan komputer dan melakukan aktivitas pembelajaran secara interaktif melalui jaringan internet untuk memperoleh materi belajar dari berbagai sumber belajar. Anak akan melakukan kegiatan belajar yang sesuai dengan kondisi kemampuan individualnya sehingga anak yang lambat atau cepat akan memperoleh pelayanan pembelajaran yang sesuai dengan dirinya. Kurikulum dikembangkan sedemikian rupa dalam bentuk yang lebih fleksibel sesuai dengan kondisi lingkungan dan kondisi anak sehingga memberikan peluang untuk terjadinya proses pembelajaran maju berkelanjutan baik dalam dimensi waktu maupun ruang dan materi.

Dalam situasi seperti ini, guru bertindak sebagai fasilitator pembelajaran sesuai dengan peran-peran sebagaimana dikemukakan di atas. Dalam tulisan itu, secara ilustratif disebutkan bahwa di masa-masa mendatang isi tas anak sekolah bukan lagi buku-buku dan alat tulis seperti sekarang ini, akan tetapi berupa:
(1) komputer notebook dengan akses internet tanpa kabel, yang bermuatan materi-materi belajar yang berupa bahan bacaan, materi untuk dilihat atau didengar, dan dilengkapi dengan kamera digital serta perekam suara,
(2) Jam tangan yang dilengkapi dengan data pribadi, uang elektronik, kode sekuriti untuk masuk rumah, kalkulator, dsb.
(3) Videophone bentuk saku dengan perangkat lunak, akses internet, permainan, musik, dan TV,
(4) alat-alat musik,
(5) alat olah raga, dan
(6) bingkisan untuk makan siang.

Hal itu menunjukkan bahwa segala kelengkapan anak sekolah di masa itu nanti berupa perlengkapan yang bernuansa internet sebagai alat bantu belajar. Meskipun teknologi komunikasi dan informasi dalam bentuk komputer dan internet telah terbukti banyak menunjang proses pembelajaran anak secara lebih efektif dan produktif, namun di sisi lain masih banyak kelemahan dan kekurangannya. Kadang-kadang anak-anak lebih bergairah dengan internetnya itu sendiri dibandingkan dengan materi yang dipelajari. Dapat juga terjadi proses pembelajaran yang terlalu bersifat individual sehingga mengurangi pembelajaran yang bersifat sosial.

Dari aspek informasi yang diperoleh, tidak terjamin adanya ketepatan informasi dari internet sehingga sangat berbahaya kalau anak kurang memiliki sikap kritis terhadap informasi yang diperoleh. Bagi anak-anak sekolah dasar penggunaan internet yang kurang proporsional dapat mengabaikan peningkatan kemampuan yang bersifat manual seperti menulis tangan, menggambar, berhitung, dan lainnya. Dalam hubungan ini guru perlu memiliki kemampuan dalam mengelola kegiatan pembelajaran secara proporsional dan demikian pula perlunya kerjasama yang baik dengan orang tua untuk membimbing anak-anak belajar di rumah masing-masing.

Untuk dapat memanfaatkan TIK dalam memperbaiki mutu pembelajaran, ada tiga hal yang harus diwujudkan yaitu (1) siswa dan guru harus memiliki akses kepada teknologi digital dan internet dalam kelas, sekolah, dan lembaga pendidikan guru, (2) harus tersedia materi yang berkualitas, bermakna, dan dukungan kultural bagi siswa dan guru, dan (3) guru harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menggunakan alat-alat dan sumber-sumber digital untuk membantu siswa agar mencapai standar akademik. Dalam menghadapi tantangan kehidupan modern di abad-21 ini, kreativitas dan kemandirian sangat diperlukan untuk mampu beradaptasi dengan berbagai tuntutan.

Kreativitas sangat diperlukan dalam hidup ini dengan beberapa alasan antara lain: pertama; kreativitas memberikan peluang bagi individu untuk mengaktualisasikan dirinya, kedua; kreativitas memungkinkan orang dapat menemukan berbagai alternatif dalam pemecahan masalah, ketiga; kreativitas dapat memberikan kepuasan hidup, dan keempat; kreativitas memungkinkan manusia meningkatkan kualitas hidupnya.

Dari segi kognitifnya, kreativitas merupakan kemampuan berfikir yang memiliki kelancaran, keluwesan, keaslian, dan perincian. Sedangkan dari segi afektifnya, kreativitas ditandai dengan motivasi yang kuat, rasa ingin tahu, tertarik dengan tugas majemuk, berani menghadapi resiko, tidak mudah putus asa, menghargai keindahan, memiliki rasa humor, selalu ingin mencari pengalaman baru, menghargai diri sendiri dan orang lain, dan sebagainya.

Karya-karya kreatif ditandai dengan orisinalitas, memiliki nilai, dapat ditransformasikan, dan dapat dikondensasikan. Selanjutnya kemandirian sangat diperlukan dalam kehidupan yang penuh tantangan ini, sebab kemandirian merupakan kunci utama bagi individu untuk mampu mengarahkan dirinya ke arah tujuan dalam kehidupannya. Kemandirian didukung dengan kualitas pribadi yang ditandai dengan penguasaan kompetensi tertentu, konsistensi terhadap pendiriannya, kreatif dalam berfikir dan bertindak, mampu mengendalikan dirinya, dan memiliki komitmen yang kuat terhadap berbagai hal. Dengan memperhatikan ciri-ciri kreativitas dan kemandirian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa Teknologi

Informasi dan Komunikasi (TIK) memberikan peluang untuk berkembangnya kreativitas dan kemandirian siswa. Pembelajaran dengan dukungan TIK memungkinkan dapat menghasilkan karya-karya baru yang orsinil, memiliki nilai yang tinggi, dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk kepentingan yang lebih bermakna. Melalui TIK, siswa akan memperoleh berbagai informasi dalam lingkup yang lebih luas dan mendalam sehingga meningkatkan wawasannya. Hal ini merupakan rangsangan yang kondusif bagi berkembangnya kemandirian anak terutama dalam hal pengembangan kompetensi, kreativitas, kendali diri, konsistensi, dan komitmennya baik terhadap diri sendiri maupun terhadap pihak lain. Semua hal itu tidak akan terjadi dengan sendirinya karena setiap siswa memiliki kondisi yang berbeda antara satu dengan lainnya.

Siswa memerlukan bimbingan baik dari guru maupun dari orang tuanya dalam melakukan proses pembelajaran dengan dukungan TIK. Dalam kaitan ini guru memegang peran yang amat penting dan harus menguasai seluk beluk TIK dan yang lebih penting lagi adalah kemampuan memfasilitasi pembelajaran anak secara efektif. Peran guru sebagai pemberi informasi harus bergeser menjadi manajer pembelajaran dengan sejumlah peran-peran tertentu, karena guru bukan satu-satunya sumber informasi melainkan hanya salah satu sumber informasi.

Dalam bukunya yang berjudul “Reinventing Education”, Louis V. Gerstmer, Jr. dkk (1995), menyatakan bahwa di masa-masa mendatang peran-peran guru mengalami perluasan yaitu guru sebagai: pelatih (coaches), konselor, manajer pembelajaran, partisipan, pemimpin, pembelajar, dan pengarang. Sebagai pelatih (coaches), guru harus memberikan peluang yang sebesar-besarnya bagi siswa untuk mengembangkan cara-cara pembelajarannya sendiri sesuai dengan kondisi masing-masing. Guru hanya memberikan prinsip-prinsip dasarnya saja dan tidak memberikan satu cara yang mutlak.

Hal ini merupakan analogi dalam bidang olah raga, di mana pelatih hanya memberikan petunjuk dasar-dasar permainan, sementara dalam permainan itu sendiri para pemain akan mengembangkan kiat-kiatnya sesuai dengan kemampuan dan kondisi yang ada. Sebagai konselor, guru harus mampu menciptakan satu situasi interaksi belajar-mengajar, di mana siswa melakukan perilaku pembelajaran dalam suasana psikologis yang kondusif dan tidak ada jarak yang kaku dengan guru. Disamping itu, guru diharapkan mampu memahami kondisi setiap siswa dan membantunya ke arah perkembangan optimal. Sebagai manajer pembelajaran, guru memiliki kemandirian dan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengelola keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dengan mendinamiskan seluruh sumber-sumber penunjang pembelajaran. Sebagai partisipan, guru tidak hanya mengajar akan tetapi juga belajar dari interaksinya dengan siswa.
Hal ini mengandung makna bahwa guru bukanlah satu-satunya sumber belajar bagi anak, akan tetapi ia sebagai fasilitator pembelajaran siswa. Sebagai pemimpin, diharapkan guru mampu menjadi seseorang yang mampu menggerakkan orang lain untuk mewujudkan perilaku menuju tujuan bersama. Disamping sebagai pengajar, guru harus mendapat kesempatan untuk mewujudkan dirinya sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam berbagai kegiatan lain di luar mengajar. Sebagai pembelajar, guru harus secara terus menerus belajar dalam rangka menyegarkan kompetensinya serta meningkatkan kualitas profesionalnya. Sebagai pengarang, guru harus selalu kreatif dan inovatif menghasilkan berbagai karya yang akan digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas profesionalnya. Guru yang mandiri yaitu guru yang kreatif yang mampu menghasilkan berbagai karya inovatif dalam bidangnya. Hal itu harus didukung oleh komitmen dan rasa percaya diri yang tinggi sebagai basis kualitas profesionalisme seorang guru. *) Mhs.Tugas Belajar Utusan Pemerintah Kota Tarakan, Program Pascasarjana (S-2) Manajemen Pendidikan, Universitas Mulawarman Samarinda.