BAB I
PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah
Sedikitnya terdapat tiga syarat utama yang harus diperhatikan dalam 
pembangunan pendidikan agar dapat berkontribusi terhadap peningkatan 
kualitas sumber daya manusia (SDM), yakni : (1) sarana gedung, (2) buku 
yang berkualitas, (3) guru dan tenaga kependidikan yang profesional. 
Demikian yang diungkapkan mantan Menteri Pendidikan Nasional Wardiman 
Djoyonegoro dalam wawancaranya dengan Televisi Pendidikan Indonesia 
(TPI) tanggal 16 Agustus 2004. Dalam pada itu, dikemukakan bahwa "hanya 
43% guru yang memenuhi syarat"; artinya sebagian besar guru (57%) tidak 
atau belum memenuhi syarat, tidak kompeten, dan tidak profesional. 
Pantas kalau kualitas pendidikan kita jauh dari harapan, dan kebutuhan. 
Padahal dalam kapasitasnya yang sangat luas, pendidikan memiliki peran 
dan berpengaruh positif terhadap segala bidang kehidupan dan 
perkembangan manusia dengan berbagai aspek kepribadiannya.
Pengaruh pendidikan dapat dilihat dan dirasakan secara langsung dalam 
perkembangan serta kehidupan masyarakat, kehidupan kelompok, dan 
kehidupan setiap individu. Jika bidang-bidang lain seperti ekonomi, 
pertanian, perindustrian berperan menciptakan sarana dan prasarana bagi 
kepentingan manusia, maka pendidikan berurusan langsung dengan 
pembentukan manusianya. Pendidikan menentukan model manusia yang akan 
dihasilkannya. Pendidikan juga memberikan kontribusi yang sangat besar 
terhadap kemajuan suatu bangsa, dan merupakan wahana dalam 
menterjemahkan pesan-pesan konstitusi, serta sarana dalam membangun 
watak bangsa (Nation Character Building). Mastarakat yang cerdas akan 
memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan 
membentuk kemandirian, dan kreativitas. Bangsa Indonesia bisa merdeka 
juga tidak terlepas dari peran pendidikan. Para pahlawan Pendidikan, 
seperti Ki Hajar Dewantara, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes 
Dekker merupakan bukti peran pendidikan dalam pembangunan bangsa 
Indonesia. Mereka merintis pendidikan Nasional dengan mendirikan Taman 
Siswa pada tahun 1922, dan secara bertahap meningkatkan pemahaman, 
kesadaran, serta kecerdasan masyarakat Indonesia, sehingga menjadi 
bangsa yang merdeka, dan berdaulat seperti sekarang ini.
Menyadari hal tersebut, untuk mewujudkan masyarakat madani dalam Negara 
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang lebih demokratis, transparan, 
dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia hanya dapat dilakukan melalui 
pendidikan. Hanya melalui pendidikan yang benar bangsa ini dapat 
membebaskan diri dari belenggu krisis multidimensi yang berkepanjangan. 
Melalui pendidikan, bangsa ini membebaskan masyarakat dari kemiskinan, 
dan keterpurukan. Melalui pendidikan pula, bangsa ini mengembangkan 
sumber daya manusia yang memiliki rasa percaya diri untuk bersanding dan
 bersaing dengan bangsa-bangsa lain didunia, bahkan dalam era 
kesemrawutan global. Tanpa pendidikan yang kuat, dapat dipastikan bangsa
 Indonesia akan terus tenggelam dalam keterpurukan. Tanpa pendidikan 
yang memadai, bangsa Indonesia akan terus dililit oleh kebodohan, 
keterbelakangan, dan kemiskinan. Tanpa pendidikan yang baik, bangsa 
Indonesia sulit meraih masa depan yang cerah, damai, dan sejahtera.
Persoalannya, pendidikan yang harus dikembangkan untuk membebaskan 
masyarakat dari keterpurukan, agar dapat mengangkat harkat dan martabat 
bangsa, serta membebaskan bangsa dari ketergantungan terhadap dari 
negara lain, adalah pendidikan yang dapat mengembangkan potensi 
masyarakat, mampu menumbuhkan kemauan, serta membangkitkan nafsu 
generasi bangsa untuk menggali berbagai potensi, dan mengembangkannya 
secara optimal bagi kepentingan pembangunan masyarakat secara utuh dan 
menyeluruh. Pendidikan demikianlah yang mampu menghasilkan sumber daya 
manusia (SDM) berkualitas serta memiliki visi, transparansi, dan 
pandangan jauh kedepan; yang tidak hanya mementingkan diri dan 
kelompoknya, tetapi senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa dan 
Negara dalam berbagai aspek kehidupan. Hal tersebut, sekarang banyak 
diabaikan, bahkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia rendah 
jika dibandingkan dengan negara-negara lain; dari empat puluh tiga 
Negara, hampir dalam seluruh bidang kehidupan Indonesia berada urutan 
sepuluh terakhir. Index pengembangan sumber daya manusia (Human 
Development Index/HDI) Indonesia hanya menempati urutan ke 109 dari 174 
negara yang terukur. Dalam hal daya saing, peringkat Indonesia juga 
menurun dari urutan ke 41 diantara 46 negara pada tahun 1996 menjadi 
urutan ke 46 diantara 47 negara pada tahun 2001. Sementara itu, hasil 
survey The Political and Economic Risk Consultancy (PERC) yang dimuat 
The Jakarta Post (3 september 2001) menunjukkan betapa rendahnya 
kualitas Pendidikan Indonesia disbanding Negara lain di Asia, bahkan 
berada dibawah Vietnam. Sehubungan dengan itu, untuk meningkatkan HDI 
(Human Development Index) dan tingkat persaingan, perlu strategi 
perencanaan pembangunan pendidikan yang tepat dalam upaya mengembangkan 
SDM berkualitas dan profesional, sehingga mampu bersanding dan bersaing 
dalam era globalisasi yang sedang kita masuki.
Tilaar (1994) mengemukakan tujuh masalah pokok sistem pendidikan Nasional yaitu : 
- Menurunnya akhlak dan moral peserta didik 
- Pemerataan kesempatan belajar
- Masih rendahnya efisiensi internal sistem pendidikan 
- Status kelembagaan 
- Manajemen pendidikan yang tidak sejalan dengan pembangunan nasional, dan 
- Sumber daya yang belum profesional
Menghadapi hal tersebut diatas, perlu dilakukan penataan sistem 
pendidikan secara kaffah (menyeluruh), terutama berkaitan dengan 
kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan 
dunia kerja. Pendidikan juga harus lebih mengedepankan kreativitas 
(creativity quotient) untuk menumbuhkan kemandirian dan aspek 
kewirausahaan dalam pribadi peserta didik.
Dalam kaitannya kondisi masyarakat, dapat disaksikan bahwa percepatan 
arus informasi, dan globalisasi telah mempengaruhi berbagai sendi 
kehidupan, bahkan telah mengikis nilai-nilai spritual, sehingga membuat 
masyarakat kehilangan identitas, serta terasing dari diri, lingkungan, 
dan nilai-nilai moral yang dianutnya. Disini, pendidikan dihadapkan pada
 masalah yang sangat mendasar. Disatu sisi, dituntut mengembangkan 
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat 
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, agar menjadi wahana untuk 
mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan 
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Disisi lain, kondisi masyarakat 
yang sedang sakit dan media massa yang sering menayangkan berbagai 
suasana kurang sehat, tidak menunjang terhadap pembentukan kualitas SDM 
yang diharapkan; bahkan akhir-akhir ini banyak tayangan media yang 
merupakan pembodohan massa, banyak program Televisi dan CD yang tidak 
sesuai dengan usia peserta didik padahal diperuntukkan bagi mereka, 
tidak sedikit tayangan yang bertentangan dengan ajaran agama, dan banyak
 pula program-program yang menyesatkan. Ini adalah tantangan berat 
terutama bagi perkembangan dunia pendidikan.
Sejalan dengan pemikiran diatas, Soedijarto (1999) mendiagnosis berbagai
 faktor dan memberikan rekomendasi bagi pembaruan pendidikan yang 
relevan dengan tuntutan pembangunan, yang intinya berkesimpulan bahwa : 
1) Pelaksanaan pendidikan belum secara terencana dan sistematik 
diperdayakan untuk melaksanakan fungsi dan mencapai tujuan pendidikan 
Nasional secara optimal
2) Pendidikan Nasional sebagai wahana sosialisasi dan pembudayaan 
berbagai warisan budaya bangsa, nilai-nilai kebudayaan nasional dan 
nilai-nilai yang dituntut oleh masyarakat global yang dikuasasi oleh 
IPTEK dan persaingan global belum sepenuhnya terlaksana 
3) Pendidikan Nasional yang sudah dilaksanakan secara merata belum 
berhasil mengembangkan insan pembangunan yang mampu mengolah dan 
mengelola sumber daya alam, mengelola modal, mengembangkan teknologi, 
menghasilkan komoditi yang mutunya mampu bersaiang dan mampu 
mengembangkan sistem perdagangan.
4) Pendidikan Nasional belum sepenuhnya mampu mengembangkan Indonesia yang Religius, berakhlak, berwatak ksatria dan patriotik.
5) Agar pendidikan Nasional benar-benar mampu melaksanakan fungsinya dan
 mencapai tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mengembangkan 
manusia Indonesia seutuhnya, perlu dikembangkan dan dilaksanakan program
 pendidikan pada semua jenis dan jenjang yang dapat berfungsi sebagai 
lembaga sosialisasi dan pembudayaan berbagai kemampuan, nilai, sikap dan
 akhlak yang dituntut oleh masyarakat Indonesia yang maju, adil dan 
makmur serta demokratis berdasarkan pancasila dan Undang-Undang Dasar 
1945.
Memahami uraian tersebut, diperlukan pendidikan yang dapat menghasilkan 
SDM berkemauan dan berkemampuan untuk senantiasa meningkatkan 
kualitasnya secara terus menerus dan berkesinambungan (continuous 
quality inprovement). Hal ini penting, terutama ketika dikaitkan dengan 
Undang-Undang Republik Indonesia No 20 tahun 2003, tentang Pendidikan 
Nasional (Undang-Undang Sisdiknas), yang mengemukakan bahwa Pendidikan 
Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi 
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak 
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara
 yang demokratis serta bertanggungjawab dalam rangka mencerdaskan 
kehidupan bangsa. Tujuan Pendidikan tersebut telah digariskan pula dalam
 Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN)
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, pemerintah telah menetapkan empat 
strategi pokok pembangunan pendidikan nasional, yaitu : (1) peningkatan 
pemerataan kesempatan pendidikan, (2) relevansi pendidikan dengan 
pembangunan, (3) kualitas pendidikan, dan (4) efisiensi pengolahan 
pendidikan. Strategi tersebut jika dilaksanakan secara proposional dan 
profesional, maka akan dapat menyelesaikan berbagai masalah pendidikan. 
Paling tidak dapat mendekatkan pendidikan dengan kebutuhan masyarakat 
dan lingkungannya.
Kebijakan dalam bidang pemerataan misalnya, dimaksudkan agar semua warga
 negara Indonesia memperoleh kesempatan yang sama untuk mengenyam dan 
mengikuti pendidikan yang berkualitas. Idealnya, warga negara yang 
tinggal di pedalaman dan daerah terpencil bisa memperoleh pendidikan 
gratis yang berkualitas seperti saudaranya yang ada di kota. Demikian 
halnya, warga negara yang miskin harus mendapatkan pendidikan yang sama 
kualitasnya dengan mereka yang kaya, sehingga pendidikan berkualiatas 
menjadi milik bersama seluruh warga masyarakat Indonesia.
Pelaksanaan kebijakan pemerataan pendidikan ini pada awalnya menunjukkan
 hasil yang cukup lumayan, seperti gerakan wajib belajar enam tahun yang
 dimulai pada tahun 1984, pada tahun 1994 diperluas menjadi sembilan 
tahun, dengan harapan semua warga negara Indonesia dapat menempuh 
pendidikan minimal setara dengan tamatan Sekolah Lnjutan Tingkat 
Pertama. Dilihat dari pemerataan akses, SD Impres yang dibangun secara 
melauas di seluruh nusantara telah memberikan kesempatan pendidikan yang
 merata. Jika pada akhir Pelita I 1969/1970 persentase anak usia 7-12 
tahun yang bersekolah hanya sebesar 41,4%, maka sampai akhir Pelita V, 
angka partisipasi tersebut telah mencapai 93,49%. Hal tersebut merupakan
 suatu keberhasilan yang cukup menggembirakan, bahkan pada saat itu 
dianggap sebagai hasil yang monumental. Namun krisis yang 
berkempanjangan telah mengembalikan kondisi tersebut pada titik awal, 
bahkan lebih parah lagi, karena banyak anak-anak yang lebih suka turun 
ke jalan dari pada bersekolah dengan biaya mahal. Krisis yang 
berkempanjangan telah menurunkan kemampuan orang tua untuk membiayai 
pendidikan anaknya, terutama pada masyarakat lapisan bawah, yang 
berdampak meningkatnya jumlah angka putus sekolah. Padahal mereka juga 
memiliki hak untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas dan pemerintah
 wajib mengupayakannya.
Kebijakan relevansi Pendidikan dititikberatkan pada keterkaitan dan 
kesepadanan antara materi yang di ajarkan di sekolah dengan kondisi dan 
kebutuhan lapangan. Perhatian terhadap masalah relevansi mulai nampak 
sejak digunakannya kurikulum 1984 dengan muatan lokal yang disispkan 
pada berbagai bidang study yang sesuai, dan hal ini lebih diintensifkan 
lagi pelaksanaannya dalam kurikulum 1994. Dalam kurikulum ini muatan 
lokal tidak lagi disisipkan pada setiap bidang study, tetapi menggunakan
 pendekatan monolitik berupa bidang studi, baik bidang studi wajib 
maupun pilihan. Pengembangan kurikulum muatan lokal dimaksudkan terutama
 untuk mengimbangi kelemahan-kelemahan pengembangan kurikulum 
sentralisasi, dan bertujuan agar peserta didik mencintai dan mengenal 
lingkungannya, serta mau dan mampu melestarikan dan mengembangkan sumber
 daya alam, kualitas sosial, dan kebudayaan yang mendukung pembangunan 
Nasional maupun pembangunan setempat, sehingga peserta didik tidak 
terlepas dari akar sosial budaya lingkungannya.
Dalam Implementasi kurikulum 2004 selain melalui mata pelajaran muatan 
lokal, keterkaitan ini lebih ditekannkan lagi dengan pendekatan 
kompetensi (kurikulum berbasis kompetensi), melalui Manajemen Berbasis 
Sekolah (MBS) sejalan dengan kebijakan sentralisasi pendidikan dalam 
konteks otonomi daerah. Melalui komptensi Dasar yang pengembangannya 
dilakukan oleh daerah dan sekolah, diharapkan peserta didik dapat 
menerapkan hasil pendidikan secara langsung untuk memperbaiki dan 
meningkatkan kualitas masyarakat, serta memecahkan berbagai persoalan 
bangsa, khususnya dalam bidang pendidikan, dengan mempersiapkan peserta 
didik, melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi terhadap sistem 
pendidikan secara efektif, efisien, dan berhasil guna.
Pemberian otonomi yang luas pada sekolah merupakan kepedulian pemerintah
 terhadap gejala-gejala yang muncul dimasyarakat serta upaya peningkatan
 mutu pendidikan secara umum. Pemberian Otonom ini menuntut pendekatan 
manajemen yang lebih kondusif di sekolah agar dapat mengakomodasi 
seluruh keinginan sekaligus memberdayakan berbagai komponen masyarakat 
secara efektif, guna mendukung kemajuan dan sistem yang ada disekolah.
Kebijakan dalam peningkatan kualitas pendidikan dimulai dari peningkatan
 mutu pendidikan di Sekolah Dasar. Dalam upaya dan pengembangan 
pendidikan di sekolah dasar, pemerintah mengembangkan suatu sistem 
pembinaan yang dikenal Sistem Pembinaan Profesional (SPP). Sistem ini 
dilaksanakan dengan pendekatan gugus sekolah, sehingga beberapa sekolah 
yang lokasinya berdekatan dikelompokkan dalam satu gugus (3 sampai 8 
sekolah). Satu sekolah ditunjuk sebagai sekolah inti, dan lainnya 
meruapakan SD imbas. Pembinaan mutu pendidikan tersebut dilaksanakan 
dengan mengguanakan prinsip whole school development, yang memandang 
sekolah sebagai suatu keutuhan. Oleh karena itu, pembinaan dan 
pengembangan ditekankan pada semua aspek dan komponen yang menentukan 
mutu pendidikan di sekolah. Sedikitnya terdapat lima komponen yang 
diperhatikan, yaitu kegiatan pembelajaran, manajemen, buku dan sarana 
belajar, fisik dan penampilan sekolah, serta partisipasi masyarakat, 
yang semuanya belum dapat dilakukan secara optimal.
Sejalan dengan urian diatas, berbagai upaya untuk meningkatkan kinerja 
guru dalam pembelajaran dilakukan melalui berbagai pelatihan; seperti 
pelatihan model pembelajaran, pelatihan pembuatan alat peraga, pelatihan
 pengembangan silabus dan pelatihan pembuatan materi standar. Pembinaan 
dan pengembangan lain untuk mendukung pembelajaran yang efektif juga 
dilaksanakan, seperti manajemen kelas, manajemen sekolah, manajemen 
gugus, pengadaan dan penerimaan buku serta sarana belajar. Untuk 
sekolah-sekolah yang kurang terlayani (underserved schools), dilakukan 
pemberian bantuan khusus dalam rangka peningkatan kegiatan pembelajaran.
 Bahkan, untuk meningkatkan peluang peserta didik mengikuti pembelajaran
 secara optimal di sekolah, diadakan program "Pemberian Makanan Tambahan
 bagi Anak Sekolah (PMT-AS), meskipun dalam pelaksanaannya masih 
dihadapi berbagai kendala, terutama berkaitan dengan model pelaksanaan 
berbentuk proyek, yang sering hanya menghambur-hamburkan dana, yang 
diperparah oleh sikap mental para pelaksananya. Upaya lain yang sedang 
dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah Bantuan 
Operasional Manajemen Mutu (BOMM). Bantuan ini berbentuk hibah yang 
langsung diberikan ke sekolah melalui rekening sekolah.
Dalam sistem pendidikan dan pengajaran peranan guru sangatlah strategis 
dalam upaya menghantarkan peserta didik kearah tujuan yang hendak 
dicapai. Raka Joni dalam Seniawan dan Soedijarto, (1991 : 119) 
mengatakan, "secara makro tugas guru berhubungan dengan pengembangan 
sumber daya manusia yang pada akhirnya akan paling menentukan 
kelestarian dan kejayaan kehidupan bangsa". Lebih-lebih jika peranan 
guru dikaitkan dengan jenjang pendidikan dasar maka kita akan melihat 
betapa seorang guru akan menjadi faktor yang sangat penting dan 
strategis dalam meletakan fondasi bagi pengembangan sumber daya manusia,
 karena jenjang yang Iebih tinggi pada dasarnya akan mudah dikelola jika
 fondasi dasar siswa sudah kuat.
Menurut Sudjana (1989 : 1) "kurikulum diuntukan bagi siswa, melalui guru
 yang secara nyata memberi pengaruh kepada siswa pada saat terjadinya 
proses pengajaran". Mengingat peranan guru yang sentral dalam proses 
belajar mengajar, dapat dikatakan bahwa kualitas pendidikan di sekolah 
itu sangat ditentukan oleh kualitas kemampuan guru, meskipun ada faktor 
lain yang terkait. Konsekuensinya, apabila kualitas proses pendidikan 
pada suatu jenjang pendidikan ditingkatkan maka kualitas kemampuan guru 
perlu ditingkatkan pula. Demikian juga sebaliknya, apabila kualitas 
pendidikan itu disinyalir kurang sesuai dengan harapan masyarakat, tentu
 yang lebih dulu mendapat tudingan adalah guru. Bahkan Natawidjaja (1992
 : 11) mengungkapkan bahwa kritikan masyarakat terhadap kualitas guru 
yang tidak memadai dalam menyesuaikan dirinya terhadap perubahan dan 
perkembangan yang terjadi dalam bidang pendidikan. Mewujudkan sosok 
pribadi guru yang sesuai dengan harapan masyarakat, dalam arti dapat 
berperan sebagai pendidik dan pengajar bukanlah pekerjaan yang mudah, 
akan merupakan pekerjaan yang sulit dan teramat sulit sudah barang tentu
 hal ini terkait dengan sejumlah aspek, baik yang melekat pada pribadi 
guru seperti aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Disamping hal-hal 
diluar guru seperti : Kurikukulum, sarana belajar, organisasi sekolah 
dan lainnya.
Mengingat demikian strategisnya peranan seorang guru dalam menghantarkan
 tujuan pendidikan, maka guru dituntut untuk memiliki kompetensi 
profesional. Hal ini ditegaskan oleh Syaodih (1998) mengemukakan bahwa 
guru memegang perang yang cukup penting baik dalam perencanaan maupun 
pelaksanaan kurikulum. Lebih lanjut dikemukakannya bahwa guru adalah 
perencana, pelaksana dan pengembang kurikulum bagi kelasnya. Karena guru
 juga mempakan barisan pengembang kurikulum yang terdepan, maka guru 
pulalah yang selalu melakukan evaluasi dan penyempurnaan terhadap 
kurikulum. Menyadari hal tersebut, betapa penting nya untuk meningkatkan
 aktivitas, kreativitas, kualitas, dan profesionalisme guru. Hal 
tersebut lebih nampak lagi dalam pendidikan yang dikembangkan secara 
desentralisasi sejalan dengan kebijakan otonomi daerah, karena disini 
guru diberi kebebasan untuk memilih dan mengembangkan materi standar dan
 kompetensi dasar yang sesuai dengan kondisi serta kebutuhan daerah dan 
sekolah. Simon dan Alexander (1980) telah merangkum lebih dari 10 hasil 
penelitian di negara-negara berkembang, dan menunjukkan adanya dua kunci
 penting dari peran guru yang berpengaruh terhadap peningkatan prestasi 
belajar peserta didik; yaitu : jumlah waktu efektif yang digunakan guru 
untuk melakukan pembelajaran di kelas, dan kualitas kemampuan guru.. 
Dalam hal ini, guru hendaknya memiliki standar kemampuan profesional 
untuk melakukan pembelajaran yang berkualitas.
Mulyasa (2008 : 13-14) mengatakan kualitas guru dapat ditinjau dari dua 
segi, dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses guru 
dikatakan berahasil apabila mampu melibatkan sebagia besar peserta didik
 secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses 
pembelajaran. Disamping itu, dapat dilihat dari gairah dan semangat 
mengajarnya, serta adanya rasa percaya diri. Sedangkan dari segi hasil, 
guru dikatakan berhasil apabila pembelajaran yang diberikannya mampu 
mengubah perilaku sebagian besar peserta didik ke arah penguasaan 
kompetensi dasar yang lebih baik. Untuk memenuhi tuntutan tersebut 
diperlukan berbagai kompetensi pembelajaran.
Pengembangan kualitas guru merupakan suatu proses yang kompleks, dan 
melibatkan berbagai faktor yang saling terkait. Oleh karena itu, dalam 
pelaksanaannya tidak hanya menuntut keterampilan teknik dari para ahli 
terhadap pengembangan kompetensi guru, tetapi harus pula dipahami 
berbagai faktor yang mempengaruhinya. Sehubungan dengan itu, perlu 
dilakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru dalam 
mengembangkan berbagai aspek pendidikan dan pembelajaran. Hal tersebut 
lebih terfokus lagi dalam implementasi kurikulum 2004 yang berbasis 
kompetensi, dengan manajemen berbasis sekolah, dalam konteks 
desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah. Pelaksanaan berbagai 
kebijakan tersebut secara benar dan transparan dapat meningkatkan mutu 
pendidikan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan.
Dalam pelaksanaan berbagai kebijakan diatas, guru dituntut untuk menjadi
 ahli penyebar informasi yang baik, karena tugas utamanya antara lain 
menyampaikan informasi kepada peserta didik. Guru juga berperan sebagai 
perencana (designer), pelaksana (implementer), dan penilai (evaluator) 
pembelajaran. Apabila pembelajaran diarahkan untuk memenuhi kebutuhan 
pribadi para peserta didik dengan penyediaan ilmu yang tepat dan latihan
 keterampilan yang mereka perlukan, haruslah ada ketergantungan terhadap
 materi standar yang efektif dan terorganisasi. Untuk itu diperlukan 
peran baru dari para guru, mereka dituntut memiliki 
keterampilan-keterampilan teknis yang memungkinkan untuk 
mengorganisasikan materi standar serta mengelolanya dalam pembelajaran 
dan pembentukan kompetensi peserta didik.
Dalam kurikulum 2004 yang berbasis kompetensi, guru terutama berperan 
dalam mengembangkan materi standar dan membentuk kompetensi peserta 
didik. Sehubungan dengan itu, guru harus kreatif, profesional, dan 
menyenangkan. Guru harus kreatif dalam memilah dan memilih, serta 
mengembangkan materi standar sebagai bahan untuk membentuk kompetensi 
peserta didik. Guru harus profesional dalam membentuk kompetensi peserta
 didik sesuai dengan karakteristik individual masing-masing. Guru juga 
harus menyenangkan, tidak saja bagi peserta didik, tetapi juga bagi 
dirinya. Artinya, belajar dan pembelajaran harus menjadi makanan pokok 
guru sehari-hari, harus dicintai, agar dapat membentuk dan membangkitkan
 rasa cinta dan nafsu belajar peserta didik. Dalam kondisi dan perubahan
 yang bagaimanapun dahsyatnya, guru harus tetap guru; jangan terpengaruh
 oleh isu, dan jangan bertindak terburu-buru.
Kompetensi guru merupakan kemampuan seorang guru dalam melaksanakan 
tugas profesinya secara layak dan bertanggungjawab (Usman : 1999 : 14). 
Sejalan dengan hal tersebut. Dahlan dalam makalah bahan diskusi 
Pelatihan Pengelolaan Madrasah Aliyah Dirjen Kelembagaan Agama Islam 
Depag RI tanggal 14-31 Mei 2000 di Griya Astuti Cisarua Bogor, 
mengungkapkan setidaknya ada sepuluh standar kemampuan dasar guru yaitu :
1. Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
2. Pengelolaan program belajar mengajar
3. Pengelolaan Kelas
4. Penggunaan media dan sumber pembelajaran
5. Penguasaan landasan-landasan kependidikan
6. Pengelolaan interaksi belajar mengajar.
7. Penilaian prestasi siswa
8. Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
9. Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah.
10.Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
Standar kemampuan guru tersebut adalah merupakan modal yang penting 
dalam upaya melakukan proses pembelajaran yang mendukung bagi 
tercapainya tujuan yang ditetapkan. Kompotensi Guru yang dimilikinya 
sebagai pengembang kurikulum di sekolah sudah barang tentu ini merupakan
 modal penting dalam menciptakan situasi edukatif yang kondusif, 
sehingga diharapkan dengan modal kompetensi guru yang memadai siswa 
dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Sebaliknya jika kompetensi 
guru sangat lemah dalam mengelola sistem kependidikan maka meskipun 
fasilitas di sekolah serba ada sangat sulit diharapkan hasil pendidikan 
tersebut dapat mecapai tujuan yang optimal. Bahkan dalam surat keputusan
 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor 26 tahun 1989 tentang angka
 kredit bagi jabatan guru dalam lingkungan Depdiknas, guru dituntut 
untuk senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya baik secara 
individu maupun secara bersama-sama. Lebih lanjut PP nomor 38 tahun 1992
 tentang tenaga kependidikan, fasal 31 mengungkapkan bahwa : Tenaga 
kepndidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan 
profesionalnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
 serta pembangunan bangsa. Sukadi (2006), Tugas dan Peran Guru, mempakan
 suatu proses yang meliputi : mendidik, mengajar, dan melatih peserta 
didik. Mendidik berarti menemskan dan mengembangkan nilai-nikai hidup 
(efektif). Mengajar berarti menemskan dan mengembangkan Ilmu pengetahuan
 dan teknologi (kognitif), Adapun melatih berarti mengembangkan 
keterampilan para siswa (psikomotor).
Ketiga tugas guru tersebut harus terintegrasi menjadi satu kesatuan dan 
tidak terpisah-pisah. Artinya, dalam melaksanakan tugas mengajar, 
seorang guru tidak bisa mengabaikan nilai-nilai kehidupan dan 
keterampilan. Mereka mengajarkan ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi 
tidak mengesampingkan niali-nilai penggunaan Ilmu dan teknologi 
tersebut. Demikian pula dalam melatih para siswa, seorang guru tidak 
bisa mengabaikan tugasnya sebagai pengajar dan pendidik. Untuk 
melaksanakan ketiga tugas pokok tersebut, seorang guru dituntut 
mempunyai beberapa kemampuan sebagai berikut : 
1. Berwawasan luas, menguasasi bidang ilmunya, dan mampu mentransfer serta menerangkan kembali kepada siswa
2. Mempunyai sikap dan tingkah laku (kepribadian) yang patut diteladani 
sesuai dengan nilai-nilai kehidupan (values) yang dianut masyarakat dan 
bangsa
3. Memiliki keterampilan sesuai dengan bidang ilmu yang dimilikinya 
Peningkatan kualitas guru menuju kemampuan profesional guru adalah 
merupakan perwujudan dari upaya .meningkatkan mutu pendidikan secara 
keseluruhan. Guru merupakan sosok manusia yang diberi amanat untuk 
membimbing dan mengarahkan generasi bangsa yang akan datang. Guru yang 
berkualitas dalam kinerjanya akan dapat mencerminkan nasib bangsa dan 
negara yang akan datang. Hal ini dengan asumsi bahwa jabatan apapun atau
 pekerjaan apapun pasti melalui proses pendidikan dan orang yang 
melakukan proses tersebut pasti selalu beriringan dengan sosok guru, 
karena kualitas pembelajaran akan berjalan dengan balk apabila guru 
mampu melakukannya.
Fenomena di lapangan menunjukan bahwa masih terdapat anggapan bahwa 
untuk menjadi guru, yang penting memiliki kemauan persoalan kemampuan 
pada gilirannya akan mengikuti. Anggapan tersebut sudah barang tentu 
kurang kondusif bagi pembinaan profesionalisme guru dalam menjalankan 
tugas, peran dan fungsinya dalam menghantarkan peserta didik kearah 
tujuan yang dikehendaki.
Ace Suryadi dari Balitbang Depdiknas yang dikutif oleh Usman (2001) menyatakan bahwa : 
"Berbagai temuan penelitian menunjukan beberapa kekhawatiran jika 
guru-guru kita ternyata belum sepenuhnya menguasai kemampuan profesinya.
 Berdasarkan salah satu penelitian, penguasaan guru terhadap mata 
pelajaran memang masih berada di bawah standar yang diharapkan. Oleh 
karena itu maka tidaklah mengherankan jika guru belum dapat melaksanakan
 pekerjaannya secara profesional".
Sudah barang tentu guru yang masih Iemah kompetensi professionalnya akan
 sulit diharapkan tujuan pendidikan nasional akan tercapai. Sebagaimana 
tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan Nasional bahwa tujuan 
pendidikan adalah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan 
mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman 
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, 
memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, 
kepribadian yang mantap serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan 
kebangsaan.
Membicarakan perbaikan kurikulum, pengadaan sarana dan prasarana 
pendidikan sampai kepada Kriteria sumberdaya manusia yang diinginkan 
oleh usaha pendidikan maka semua pasti bermuara pada kualitas guru 
(Muhibinsyah, 1995 : 224). Dengan demikian maka dapat ditarik benang 
merah betapa urgennya posisi guru dalam dunia pendidikan.
Peran guru dalam mengembangkan kurikulum dalam ruangan kelas posisinya 
sangat menentukan berhasil tidaknya sebuah proses pembelajaran. 
Sukmadinata (1988 : 212) mengemukakan bahwa : 
"Official curriculum merupakan kurikulum nyata yang dilaksanakan oleh 
sekolah atau kelas, suatu "reality". Kurikulum nyata atau actual 
curriculum merupakan implementasi dari official curriculum oleh guru di 
dalam kelas. Beberapa ahli menyatakan betapapun bagusnya suatu kurikulum
 (official), tetapi hasilnya sangat bergantung pada upaya yang dilakukan
 oleh guru dan juga murid dalam kelas (actual). Dengan demikian guru 
memegang peranan penting baik di dalam penyusunan maupun pelaksanaan 
kurikulum".
Kurikulum dapat dipahami, tidak hanya dokumen tertulis akan tetapi 
sebagai sebuah rencana pelajaran didalam ruangan kelas, dalam hal ini 
Beauchamp (1968 : 6) mengungkapkan bahwa "a curriculum is written 
document wich may contain many ingredients, but basically it is a plan 
for education of pupils during their enrollment in given school". Dengan
 demikian implementasi kurikulum dapat dikembangkan oleh guru dalam 
ruangan kelas sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa atau peserta 
belajar.
Dengan demikian kinerja profesional dalam melaksanakan tugas sebagai 
pengembang kurikulum , dalam hal ini merupakan kemampuan guru dalam 
melaksanakan kurikulum di kelas yang meliputi perencanaan, pelaksanaan 
dan evaluasi.
Sejalan dengan hal tersebut Johnson (1978) Menurutnya kompetensi 
merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang dipersyaratkan 
sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian, suatu kompetensi
 ditunjukan oleh penampilan atau unjuk kerja yang dapat dipertanggung 
jawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.
Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh 
seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional 
dan kompetensi sosial kemasyarakatan.
Kompetensi Pribadi, guru sering dianggap sebagai sosok yang memiliki 
kepribadian ideal. Oleh karena itu, pribadi guru sering dianggap sebagai
 model atau panutan (yang harus di-gugu dan ditiru). Sebagai seorang 
model guru harus memiliki kompetensi yang berhubungan dengan 
pengembangan kepribadian (personal competencies), di antaranya : 
a. Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya.
b. Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antarumat beragama.
c. Kemampuan untuk berprilaku sesuai dengan norma, antara dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat
d. Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru misalnya, sopan santun dan tata krama
e. Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik. 
Kompetensi Profesional, adalah kompetensi atau kemampuan yang 
berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan. Kompetensi ini 
merupakan yang sangat penting, oleh sebab langsung berhubungan dengan 
kinerja yang ditampilkan. Oleh sebab itu , tingkat keprofesionalan 
seorang guru dapat dilihat dari kompetensi ini di antaranya : 
a. Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan 
tujuan pendidikan yang harus dicapai baik tujuan nasional, tujuan 
instmksional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran
b. Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan misalnya, paham tentang 
tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar, dan lain 
sebagainya.
c. Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya.
d. Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran
e. Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.
f. Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran.
g. Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran.
h. Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya, paham akan administrasi sekolah, bimbingan, dan penyuluhan.
i. Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.
Kompetensi Sosial Kemasyarakatan. Kompetensi ini berhubungan dengan 
kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan sebagai makhluk sosial, 
yang meliputi : 
a. Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomonikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan profesional.
b. Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan.
c. Kemampuan untuk menjalin kerja sama baik secara individual maupun secara kelompok
Guru sebagai pengembang kurikulum dalam tulisan ini dipahami dalam 
pengertian mikro, yaitu mengembangkan kurikulum dalam ruangan kelas. 
Sejalan dengan hal ini Kusnandar (2007 : 42-43), ada beberapa paradigma 
baru yang harus diperhatikan guru dewasa ini adalah sebagai berikut : 
1. Tidak terjebak pada rutinitas belaka, tetapi selalu mengembangkan dan
 memperdayakan diri secara terus menerus untuk meningkatkan kualifikasi 
dan kompetensinya, baik melalui pendidikan formal maupun pelatihan, 
seminar, lokakarya, dan kegiatan sejenisnya. Guru jangan terjebak pada 
aktivitas datang, mengajar, pulang, begitu berulang-ulang sehingga lupa 
mengembangkan potensi diri secara maksimal 
2. Guru mampu menyusun dan melaksanakan strategi dan model Pembelajaran 
yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAIKEM) yang 
dapat menggairahkan motivasi belajar peserta didik. Guru harus menguasai
 berbagai macam strategi dan pendekatan serta model pembelajaran 
sehingga proses belajar-mengajar berlangsung dalam suasana yang kondusif
 dan menyenangkan.
3. Dominasi guru dalam pembelajaran, dikurangi sehingga memberikan 
kesempatan kepada peserta didik untuk lebih berani, mandiri, dan kreatif
 dalam proses belajar-mengajar 
4. Guru mampu memodifikasi dan memperkaya bahan pembelajaran sehingga 
peserta didik mendapatkan sumber belajar yang lebih bervariasi
5. Guru menyukai apa yang diajarkannya dan menyukai mengajar sebagai 
suatu prefesi yang menyenangkan 6. Guru mengikuti perkembangan Ilmu 
pengetahuan dan teknologi yang mutakhir sehingga memiliki wawasan yang 
luas dan tidak tertinggal dengan informasi terkini
7. Guru mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat luas 
dengan selalu menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji dan mempunyai
 integritas yang tinggi
8. Guru mempunyai visi ke depan dan mampu membaca tantangan zaman 
sehingga siap menghadapi perubahan dunia yang tak menentu yang 
membutuhkan kecakapan dan kesiapan yang baik.
Beberapa hal tersebut di atas, mengisyaratkan bahwa pada dasarnya 
peranan guru dalam ruangan kelas adalah merupakan hubungan antar 
pribadi. Dalam hal ini pula menunjukan bahwa proses belajar mengajar 
bukan hanya sekedar kegiatan instruksional akan tetapi juga merupakan 
perilaku guru yang secara utuh diserap oleh siswa.
Dengan demikian, guru dituntut selalu inovatif, kreatif, dan mampu 
mengimplementasikan sepuluh standar kemampuan dasar dalam upaya 
menghantarkan tujuan pendidikan secara optimal. Salah satunya melibatkan
 siswa dalam proses belajar mengajar dengan pola komoniakasi multi 
trafic (multi trafic communication). Dalam pola komunikasi multi trafic 
ini, komonikasi terjadi antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa.
 
Dengan pola komonikasi seperti ini, antara siswa dengan guru maupun 
siswa dengan siswa lainnya terjadi pertukaran (sharing) pengetahuan dan 
pengalaman sehingga proses belajar mengajar lebih bermakna.
Untuk menciptakan pola semacam ini, guru harus memiliki beberapa keterampilan sebagai berikut : 
- Memiliki keterampilan bertanya yang meliputi : pertanyaan menggiring, 
pertanyaan untuk merangsang siswa berfikir dan mengemukakan gagasan, 
pertanyaan mengarahkan, dan pertanyaan yang bersifat mengendalikan arus 
komunikasi.
- Memiliki keterampilan memberikan reward dan bentuk-bentuk penghargaan atas pendapat, gagasan, dan pertanyaan siswa. 
- Terampil dan memilih dan mempergunakan metode dan media pembelajaran yang mendukung terjadinya pola komonikasi multi trafic.
- Memiliki keterampilan memilih dan menyampaikan permasalahan yang dapat
 merangsang siswa mau berpikir dan melibatkan emosi dalam pembelajaran
- Memahami dan mampu menerapkan pola pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif
 (CBSA) dengan segenap metode dan media yang mendukungnya.
Selain dengan cara-cara tersebut, keterlibatan siswa dalam proses 
belajar mengajar dapat dirangsang dengan cara sebagai berikut : 
- Memberikan kemerdekaan kepada siswa untuk mengemukakan ide, gagasan, pendapat, komentar, saran, dan kritik yang membangun. 
- Menciptakan suasana belajar mengajar yang terbuka (fair) dalam batas-batas yang wajar dan etis. 
- Memberikan penghargaan atas keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar dengan cara memberikan nilai tambah. 
- Membangun rasa percaya diri siswa dihadapan teman-temannya. 
- Mengurangi dominasi guru dalam proses pembelajaran.
Berangkat dari pemikiran diatas, maka terdapat suatu perkembangan di 
MTsN X Kota X menyangkut kinerja professional guru dalam melaksanakan 
tugas sebagai pengembang kurikulum. Hal ini mengingat tiga Tahun 
terakhir MTsN X mengalami peningkatan UAN yang sangat signifikan. Selain
 itu juga guru MTsN tersebut tidak mengandalkan kewajibannya sebagai 
pengajar tetapi juga selalu melakukan mengayaan atau proses pembelajaran
 tambahan (Less).
Mengingat begitu pentingnya peningkatan kompetensi profesional guru 
dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum khususnya dalam 
dimensi kegiatan, maka hal inilah yang menjadi landasan berfikir penulis
 untuk melakukan penelitian tentang kompentensi profesional guru dalam 
melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum.
B. Perumusan dan Pembatasan Masalah
Kinerja professional merupakan hal yang harus dimiliki oleh setiap guru,
 hal ini didasarkan pada asumsi bahwa guru adalah merupakan jabatan 
professional. Kinerja yang dimaksudkan disini adalah "performance yang 
berarti "the execution of an action". Wolf, (1997 : 851) dengan demikian
 kinerja di sini berarti pelaksanaan suatu kegiatan. Kinerja juga dapat 
diartikan sebagai penampilan kerja atau perilaku kerja yang mencerminkan
 hasil atau out put dari suatu proses
Pada dasarnya kualitas pendidikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, 
seperti; pendidik, terdidik, kurikulum dan lingkungan. Faktor— faktor 
tersebut satu sama lain saling mempengaruhi dan tidak bisa berdiri 
sendiri. Namun demikian pada penelitian ini penulis membatasi diri pada 
faktor guru sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas 
pendidikan.
Dalam pandangan Sudjana (1989 : 1) guru mempunyai peranan yang sangat 
penting dalam hubungannya dengan pengembangan kurikulum di sekolah. Dia 
harus mampu menterjemahkan, menjabarkan dan mentransformasikan 
nilai-nilai yang terdapat dalam kurikulum kepada anak didik melalui 
proses belajar mengajar. Dengan demikian dalam mengimplementasikan 
kurikulum yang ada di sekolah hendaknya guru tidak hanya sekedar 
melakukan proses pengajaran akan tetapi harus berupaya mengorientasikan 
bagaimana membuat siswa belajar. Guru sebagai pengembang kurikulum 
dipahami sebagai seorang yang senantiasa menciptakan situasi kelas yang 
kondusif serta mengembangkan segala sarana dan fasilitas yang ada 
menjadi bahan ajar yang efektif efisien serta terus menerus melakukan 
inovasi dalam mengembangkan materi yang sesuai dengan tuntutan kebutuhan
 siswa serta berupaya untuk melakukan metode pengajaran yang bervariasi,
 sehingga siswa tidak merasa jenuh mengikuti proses belajar mengajar.
Berangkat dari hal tersebut, maka inti permasalahan dalam penelitian ini adalah : 
Bagaimana kinerja profesional Guru sebagai Pengembang kurikulum dan faktor-faktor apa yang mempengaruhinya ?
C. Pertanyan Penelitian
Berdasarkan inti permasalahan dalam penelitian, maka diajukan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut : 
1. Bagaimana kinerja profesional guru dalam : 
a. Perencanaan pembelajaran ?
b. Pelaksanaaan pembelajaran ?
c. Evaluasi pembelajaran ?
2. Apa saja yang mempengaruhi kinerja profesional guru dalam melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum ?
3. Bagaimana hubungan kinerja guru dan hasil belajar siswa ?
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat menemukan 2 manfaat, yaitu manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. 
1. Manfaat teoritis.
Guru profesional sudah terbentang dalam UU No. 14/2005 tentang Guru 
& Dosen. Pda Bab 1 pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa guru adalah 
pendidik profesional dengan tugas utama (pokok) mendidik, mengajar, 
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta 
didik pada jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan 
menengah. Sedangkan pada Bab 1 pasal 1 angka 6 UU Sisdiknas, pendidik 
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen serta
 berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Guru profesional, adalah guru memegang peranan penting terhadap 
keberhasilan implementasi kurikulum KTSP, karena gurulah yang pada 
akhirnya akan melaksanakan kurikulum di dalam kelas. Gurulah gerda 
terdepan dalam implementasi kurikulum. Guru adalah kurikulum berjalan. 
Sebaik apa pun kurikulum dan sistim pendidikan yang ada, tanpa didukung 
mutu guru yang memenuhi syarat, maka semuanya akan sia-sia. Peningkatan 
kualitas pendidikan di Indonesia tidak cukup dengan pembenahan di bidang
 kurikulum saja, tetapi harus juga diikuti dengan peningkatan mutu guru,
 semangat tersebut tidak akan mencapai harapan yang dinginkan 
(Kusnandar, Kompas, 2 Oktober 2006)
Oleh karena itu, keberadaan guru yang profesional tidak bisa 
ditawar-tawar lagi. Guru yang profesional adalah guru yang memiliki 
kompetensi yang dapat menunjang tugasnya. Ada empat kompetensi yang 
harus dimiliki oleh guru, yakni kompetensi pedagogik, kompetensi 
kepribadian, kompetensi soaial, dan kompetensi profesional yang 
diperoleh melalui pendidikan profesi (UU nomor 14 2005 tentang Guru dan 
Dosen pasal 10 ayat 2).
Pandangan yang dikembangkan oleh Havighurst (peneliti Amerika serikat) 
dengan teorinya tentang tugas-tugas perkembangan (developmental tasks). 
Tugas-tugas perkembangan yang dimaksud adalah tugas yang secara nyata 
harus dipenuhi oleh setiap anak/individu sesuai dengan tingkat 
perkembangan yang dituntut oleh lingkungannya. Apabila tugas-tugas itu 
tidak terpenuhi, maka pada taraf perkembangan berikutnya anak/individu 
tersebut akan mengalami masalah. Melalui tugas-tugas ini, anak akan 
berkembang dengan baik dan beroperasi secara kumulatif dari yang 
sederhana menuju kearah yang lebih kompleks
Pandangan tentang anak sebagai makhluk yang unik sangat berpengaruh 
terhadap perkembangan kurikulum pendidikan Indonesia. Setiap anak 
merupakan pribadi tersendiri, memiliki perbedaan disamping persamaannya.
 Impilikasi dari hal tersebut terhadap pengembangan kurikulum yaitu : 
- Setiap anak diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat, minat, dan kebutuhannya
- Disamping disediakan pelajaran yang sifatnya umum (program inti) yang 
wajib dipelajari setiap anak disekolah, disediakan pula 
pelajaran-pelajaran pilihan yang sesuai dengan minat anak
- Kurikulum disamping menyediakan bahan ajar yang bersifat kejuruan juga
 menyediakan bahan ajar yang bersifat akademik. Bagi anak-anak yang 
berbakat dibidang akademik diberi kesempatan untuk melanjutkan studi 
kejenjang pendidikan berikutnya
- Kurikulum menurut tujuanya mengandung pengetahuan, nilai/sikap, dan 
keterampilan yang menggambarkan keseluruhan pribadi yang utuh lahir dan 
batin.
Teori Yang dikemukakan para ahli tokoh pendidikan ini diharapkan menjadi
 bahan kajian lebih lanjut dalam pengembangan kompetensi professional 
guru guna melaksanakan tugas sebagai pengembang kurikulum yang pada 
gilirannya diharapkan dapat menuju pelaksanaan proses belajar mengajar 
yang optimal.
2. Manfaat praktis.
Setelah penelitian ini selesai diharapkan dapat memberikan sumbangan 
yang kongkrit bagi upaya peningkatan mutu pendidikan yang diharapkan 
pada tingkat dasar, terutama kualitas guru dalam mengembangkan kurikulum
 di sekolah.
Secara spesifik hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi : 
a. Kepala sekolah
Dengan mengungkapkan data empiris diharapkan kepala sekolah dapat 
membuat rencana dan strategi pengembangan sistem pendidikan yang sesuai 
dengan keadaan dan kemampuan lingkungan sekolahnya, baik yang menyangkut
 sistem rekruitmen guru maupun upaya berkelanjutan dalam memberdayakan 
dan meningkatkan kinerja guru.
b. Guru.
Guru yang merupakan ujung tombak dalam upaya menghantarkan tujuan 
pendidikan diharapkan selalu berupaya meningkatkan kualitas profesinya 
dengan terus melakukan introspeksi baik yang menyangkut kualitas teknis 
maupun kualitas sosial. Sehingga ferformance guru akan sesuai dengan 
tuntutan profesinya.
c. Siswa
Siswa yang merupakan subyek dan obyek pendidikan akan memperoleh 
pelayanan pembelajaran yang optimal. Hal ini didasarkan pada asumsi 
bahwa jika kinerja guru dapat dilaksanakan secara baik maka pelayanan 
kepada siswa pun akan menjadi baik.
d. Bagi Departemen Agama hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan
 bahan-bahan untuk kemudian dipertimbangkan dalam mengola dan mengambil 
kebijakan pendidikan khususnya yang berhubungan upaya meningkatkan 
profesionalisme guru
e. Bagi peneliti selanjutnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan 
sebagai bahan rujukan dan mungkin dapat dijadikan sebagai bahan 
literature pensinkronan masalah yang akan diteliti berkaitan dengan 
kinerja profesinal guru.